Jumat, 21 Februari 2014

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh



Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika dalam 1 tahun-2 tahun tidak bertumbuh dalam iman  dan karakter, perlu dievaluasi),  hidup semakin kudus dan makin mengasihi Tuhan, dari hari ke hari semakin mampu mengerti, memperhatikan dan siap menerima dia apa adanya (jika di masa pacaran pun sulit untuk mengerti dan menerima dia, maka jangan menikah dengannya),menikmati kebersamaan dalam pelayanan.

Mari baca dari Kej. 2: 15-25; Apakah aku dan dia menjadi penolong yang sepadan (ay. 18) demi menggenapi misi Allah dalam hidup dan perkawinan nanti (ay. 15). Benarkah dia dan aku selama masa pacaran telah berperan sebagai penolong dalam pertumbuhan karakter, iman, pelayanan, problem solver, kelemahan/kekurangan dst (apakah dia benar-benar jadi penolong yang membuat saya makin bertumbuh, beriman  dan apakah saya dapat menjadi penolong dia makin bertumbuh dalam iman dan karakter? Benarkah aku membutuhkan dia dan kehilangan atau kesepian tanpa dirinya (ay. 20) “rasa kehilangan’ bukan sebatas fisik atau kehadiran tetapi perannya dalam hidup, jika tanpa dia kita bisa melakukan apa saja, ini perlu dievaluasi, ‘kecarian dia’ karena ada sesuatu yang hendak kita lakukan/berikan untuk memaksimalkan pasangan, kita punya sesuatu yang dapat kita bagikan untuk menolong dia bertumbuh. Menikah bukan supaya bahagia, melainkan untuk membahagiakan pasangan. Jika kita menikah supaya berbahagia maka itu eksploitasi, tapi menikah adalah untuk membahagiakan pasangan.
Apakah prinsip ‘tulang daripada tulangku & daging daripada dagingku’ (ay. 23) semakin nyata atau menyatu? – satu visi dan tujuan hidup, beban dan tanggungjawab, dalam menghargai atau menghormati, mengasihi/merawat dst . Jika waktu pacaran saja sudah tidak sevisi, tidak sama tujuan hidup, maka lebih baik tidak menikah dengannya. Apakah kami mampu mengelola perbedaan dan melihat semua perbedaan diantara kami sebagai kekuatan atau potensi? Kita melihat perbedaan untuk bisa saling melengkapi, saling membutuhkan (Interdependent). Apakah mampu menerima pasangan apa adanya (fisik, karakter, kelemahan, keluarga dan latar belakangnya), kenali kelemahan dan kelebihan pasangan juga latar belakang keluarganya, jika waktu pacaran kita sulit menerima kelemahannya akan sulit untuk melanjutkan ke pernikahan. Apakah kami benar-benar mandiri dan dewasa? (ay. 24) “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”. Pasangan adalah prioritas utama daripada siapapun, jadi tidak boleh ada intervensi orangtua. Ketika menghadapi masalah dan kesulitan mampu menyelesaikannya secara alkitabiah, kalau waktu pacaran sudah biasa menyelesaikan masalah maka dalam pernikahan akan lebih mudah. Dewasa menyikapi semua persoalan (konflik dan perbedaan) diselesaikan secara mandiri/dewasa, terlalu sering bertengkar waktu pacaran harus dievaluasi apakah akan tetap menikah. Pertengkaran harus diselesaikan (Ef 4:26 “janganlah matahari terbenam baru padam amarahmu”)  Mandiri secara finansial (bukan kaya), tidak tergantung pada orangtua/keluarga.  Luput dari intervensi pihak lain (bukan orangtua yang mengatur rumah tangga). Sungguhkah kami jujur dan terbuka (batin) dalam komunikasi serta tid.k ada lagi yang harus dirahasiakan? (ay. 25), adakah komunikasi batin yang membuat tahu perasaan dia. Layakkah dia dipercaya sepenuhnya dalam segala hal?


Beberapa hal yang perlu didiskusikan: Berapa lama masa pacaran yang ideal? (tidak ada batas waktu, asal ada cukup waktu untuk mengenal dengan baik), Boleh enggak ya putus? (harus dilihat apa alasannya, jika tidak sevisi, tidak mengalami partumbuhan iman, sulit memahami pasangan) Bagaimana bila orang tua tidak setuju (jika alasan orangtua sesuai dengan firman Tuhan, patuhi, dan bukan karena hal-hal seperti suku, status ekonomi,dll)

Masa Menjelang Perkawinan

Apabila masa pacarannya berjalan dengan benar, maka jauh sebelum menikah  perlu dibahas beberapa hal: Prinsip relasi suami-istri (Ef. 5: 21-33) Istri: harus  tunduk pada suami seperti kepada Tuhan (ay. 22), walau pendidikan, gaji dan jabatan istri lebih tinggi, tetap harus tunduk pada suami. Dasarnya : Suami adalah kepala istri, sama seperti Kristus adalah kepala jemaat (ay. 23). Sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikianlah seorang istri tunduk kepada suaminya dalam segala sesuatu (ay. 24). Menghormati suami (ay. 33b). Jika suami kurang mengasihi, mungkin karena istri kurang tunduk pada suami, hormati suami dan suamipun akan makin mengasihi. Selama yang diperintahkan suami sesuai dengan firman Tuhan, istri wajib tunduk. Suami : Mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat (ay. 25) - Kristus mengasihi jemaat dengan menyerahkan diri-Nya untuk menguduskannya sehingga menempatkan jemaat di hadapan-Nya dengan cemerlang tanpa cacat dan kerut serta tak bercela (ay. 26-27), suami wajib mengasihi istri seperti Kristus pada jemaat, dan menyerahkan segala-galanya untuk istri. Mengasihi istri sama seperti mengasihi tubuhnya sendiri (ay. 28, 33a) – mengasuh, merawati sama seperti Kristus terhadap jemaat (ay. 29), karena istri adalah anggota tubuh suami (ay. 30).Tidak berlaku kasar kepada istri (Kol. 3: 19), tidak ada penghinaan terhadap istri. Hidup bijaksana dengan istri sebagai kaum yang lebih lemah (1 Ptr. 3: 7a). Menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia kehidupan, supaya doamu jangan terhalang (1 Ptr. 3: 7b), Jika istri kurang tunduk, mungkin suami kurang mengasihi, jadi dalam pernikahan, suami istri harus saling mendahului melakukan yang terbaik.  


Diskusikan & Putuskan Bersama

Kalau nanti menikah: Tinggal di mana (sedapat mungkin tidak PMI, pisah rumah dengan orangtua perlu untuk penyesuaian), beribadah di gereja apa, pelayanan di mana serta bagaimana dengan persembahan? (Dimana kita bisa bertumbuh dan hadir memberi berkat, berapa persembahan untuk gereja, pelayanan harus dibicarakan). Pekerjaan (jenis dan tempat),  bd. 1 Kor. 7: 3-5, jika waktu pacaran berbeda kota, salah satu harus meninggalkan pekerjaan supaya bisa bersama-sama, harus ada pengorbanan. Bagaimana membangun family altar (bagaimana suami membawa keluarga tetap beribadah, saat teduh bersama, jam doa, ibadah keluarga). Berapa  anak yang diharapkan (lk/pr)  dan bagaimana jika tidak dikaruniakan anak? Siapkah jika tidak diberi anak dan kita akan bebas melayani Tuhan tanpa gangguan, jika kita menikah, seharusnya kita dapat menerima dia apa adanya. Mendidik, membesarkan, biaya pendidikan dan asuransi anak. Apa kebutuhan yang perlu segera dibeli (kredit atau lunas) – rumah/kpr, kenderaan, perabot dll (jangan terjebak dengan kredit yang menumpuk dan timbul masalah kemudian). Management keuangan dan penggunaannya (siapa mengatur keuangan). Sikap dan pandangan terhadap keluarga (orangtua dan saudara sebagai objek kasih Allah) , jika ada keluarga yang perlu dibantu harus dipikirkan dan dibicarakan. Membantu keluarga dan sumbangan sosial. Keterlibatan dalam organisasi sosial, olah raga dst (masuk STM mana)  


Persiapan Perkawinan


Bila sudah yakin dipersatukan Tuhan: Rencanakan waktu, tempat dan bentuk pesta bersama keluarga. Hal ini juga berelasi soal pendanaan. Inti pernikahan adalah pemberkatan kudus, bukan pesta mewah demi gengsi. Persiapan rumah, perabot dll setelah pemberkatan. Persiapan administrasi gereja, catatan sipil dllPersiapan hati yang lebih matang untuk memasuki dunia baru dalam tuntunan Tuhan.


Solideo Gloria! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...