Jumat, 29 November 2013

Eksposisi MAZMUR 73

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh


Pasal ini merupakan hikmat ilahi tentang tujuan dan atau akhir hidup orang percaya dan orang fasik. Editor kitab Mazmur menempatkan Mazmur ini pada permulaan Kitab ketiga (psl.73-89) mirip dengan penempatan pasal 1 pada Kitab bagian pertama. Dalam pasal ini dinyatakan masalah yang paling mengganggu orang yang setia dalam PL, yaitu bagaimana orang fasik begitu makmur sementara orang yang taat sangat menderita. Secara tematis pasal ini identik dengan pasal 49 dan 37. Pasal 73 dibagi menjadi 2 bagian (1-14 dan 15-28) di mana seluruhnya diframe secara jelas perbedaan antara ayat 1 dengan 27.Penulisnya adalah Asaf, salah satu pemimpin pujian dari kaum Lewi (lih.pasal 39, 42, 50) dan pasal 73 sebagai awal dari kitab yang ditulisnya (73-83) termasuk psl.50.Mazmur yang ditulis Asaf didominasi tema tentang kekuasaan Allah atas umat dan bangsa-bangsa.

Mazmur 73 terbagi 2 bagian: ayat 1-14 dan ayat 15-28.Ayat1 - 14: Sebuah ujian iman yang sangat berat, yakni ditengah-tengah banyaknya kesulitan yang dialami oleh orang percaya (setia) kepada Allah, matanya tertuju kepada kemakmuran orang fasik.Ini adalah sebuah pergumulan moralitas dengan keberhasilan materil. Ayat.1: Pemazmur tidak meragukan kebaikan Allah bagi orang yang tulus dan bersih hatinya (pure heart). Ayat ini menyatakan bahwa  pada saat menuliskan Mazmur ini tidak ada keraguan penulis terhadap Allah. Namun pemazmur pernah ada waktu di mana dia mengalami perjalanan rohani yang fluktuatif. Kita tidak pernah meragukan kasih, kebaikan Allah setahun ini tapi ada kalanya kita lemah, terkadang kuat. Mari belajar dari Asaf dalam fluktuasi pemahamannya terhadap Allah . Ayat 2-3: Keadaan pemazmur.  Dalam keadaan bahaya, yakni hampir terpeleset dan tergelincir dari jalan kebenaran dan hidup yang ilahi. Penyebabnya adalah karena pertama: cemburu kepada para pembual (the arrogant),  kita mungkin pernah cemburu melihat teman kita karirnya lebih cepat naik, hidup lebih enak, dan kedua: cemburu melihat kemujuran orang fasik.  lih.37: 31. Inilah cara iblis yang bisa membuat kita hancur
Apa yang menjadi kemujuran orang fasik? (ayat 4-12) : tidak ada kesakitan (struggle),sehat dan gemuk (healthy and strong) (ay.4),tidak mengalami kesusahan manusia pada umumnya (free from the burdens common to man) (ay.5),tidak kena tulah (ay.5)

Akibatnya adalah: mereka menjadi sombong dan keras (violence) (ay.6).‘berkalungkan’ sebuah kebanggaan  atau yang dibanggakan; ‘pakaian’ – selain bagian vital untuk tubuh tetapi diartikan sebagai sesuatu yang melekat dengan diri mereka (jati diri). bd.Ams.1: 8-9; 3: 3, 21-22.Dari hati yang tidak punya perasaan muncul pelanggaran; dan dari pikiran mereka lahir penipuan yang tak terbatas. ‘from their callous hearts comes iniquity, the evil conceits of their minds know no limits’ (ay.7).Menyindir orang benar dan membicarakan pemerasan dengan tinggi hati (ay.8) – kejahatan bukan lagi sesuatu yang memalukan (tersembunyi).Perkataan mereka penuh kesombongan – angkuh dan melawan Allah serta membual di bumi (ay.9). Tidak ada sesuatupun baik di langit maupun di bumi yang berada di luar jangkauan celaan mereka.Banyak orang yang sudah percaya berpaling dan mengikuti mereka bagaikan air yang berlimpah-limpah (ay.10).Mereka berkata bahwa Allah tidak tahu apa yang mereka lakukan dan Allah tidak memiliki pengetahuan (ay. 11). Ayat.10-12 menimbulkan kebingungan bagi Asaf.Hartanya semakin bertambah-tambah (menambah harta) dan senang selamanya – ‘always carefree, they increase in wealth’ (ay.12). Pertanyaan bagi kita kenapa banyak alumni dari pelayanan banyak hilang setelah 5-10 tahun?Adakah kemungkinan dari kecemburuan seperti ini? Bisa saja terjadi, jika mereka lebih banyak bermain di grey area, sulit membedakan mana yang gelap dan putih. Mari mengevaluasi diri kita apakah kita cemburu pada orang fasik yang kaya, sehat? Hal ini dapat menimbulkan depresi dan mengalami kegundahan.
13-14: Depresi Asaf (ketika membandingkan hidupnya dengan orang fasik) : merasa sia-sia mempertahankan hati yang bersih dan membasuh tangan (ay.13) - meragukan kegunaan menjalani hidup yang tulus dan suci,merasa kena tulah setiap hari dan kena hukuman setiap pagi (ay.14). Kesetiaan moral yang tinggi nampaknya sia-sia dan tidak menguntungkan, karena usaha untuk hidup benar tidak didukung dengan tanda perkenaan ilahi, sebaliknya justru mengalami hajaran setiap hari. bd. Ams.3: 12; Ibr.12: 4-11. Rahasia kegagalan Asaf ialah membandingkan dirinya dengan orang fasik, solusinya :jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang sekitar yang tidak beriman, yang mungkin lebih mujur dari kita. Asaf merasa sia-sia hidup suci, karena orang fasik lebih makmur, sehat, sementara orang taat tidak mengalami pembaharuan,padahal di Ibrani dikatakan setiap anak dihajar oleh bapanya, kalau tidak, ia menjadi anak gampang.
Asaf tidak berhenti sampai disitu, ada titik baliknya, inilah pembaharuan, ayat 15-28:
  • Sadari bahwa sesungguhnya hal tersebut (ay.2-3; 13-14) adalah berbahaya bukan hanya pada dirinya sendiri, melainkan juga bagi keturunan orang percaya (ay. 15). Kenapa orang sulit dan tidak berani untuyk setia dan rela menderita?Karena mereka kehilangan figur/teladan, ketika melihat ada teladan yang berani taat,maka generasi berikut akan berani juga untuk taat 
  • Pandang keberhasilan orang fasik dengan kacamata ilahi barulah bisa mengerti akhir dan tujuan hidup mereka (ay.16-17).
  • Perubahan paradigma berfikir dan nilai membuat dia mampu melihat kefanaan hidup orang fasik (a) Allah menaruh mereka di tempat yang licin (tidak tenang dan bahaya), (b) Allah menjatuhkan mereka hingga hancur (ay.18), (c) Mereka akan binasa dalam sekejap tanpa peringatan (ay.19), (d) Mereka hina (despised) dipandang Allah (ay.20). Pertanyaannya, apakah ini bersifat presentis atau eskatologis? Ya untuk keduanya, tapi dalam bentuk yang berbeda
Maka muncul pengakuan Asaf (21-22), pemazmur menyadari kebodohannya:  merasa pahit dan sakit (ay.21), dan dungu serta bodoh seperti hewan di dekat Allah (ay.22). Sadari posisi kita, betapa bodohnya kita di hadapan Allah. Meskipun pemazmur jatuh pada kebodohan tersebut, Allah tidak membiarkan dia : Allah memegang tangan kanannya (ay.23), Allah menuntun dengan nasehat-Nya (ay.24),  Allah mengangkat dia kepada kemuliaan (ay.24), inilah akhir dari sebuah petualangan hidup orang percaya. Pastilah kita mengalami pertolongan Tuhan selama tahun 2013, fluktuatif sekali kerohanian kita tahun ini, jatuh, bangkit lagi karena tangan Allah memegang tangan kita.. Ketika hal ini dilakukan Allah maka lahirlah sebuah komitmen yang tulus  meskipun sebelumnya dia cemburu melihat kemakmuran orang fasik: pertama, Allah sebagai satu-satunya yang dia miliki (ay.25), kedua, Allah satu-satunya yang diinginkan di bumi (ay.25) – dampak dari sebuah perubahan paradigma dan nilai hidup – reorientasi atau restrukturisasi nilai dan ambisi hidup, ketiga, Komitmen (internal) bahwa apapun yang terjadi, bagiannya (my portion) adalah Allah untuk selama-lamanya (ay.26). Di akhir tahun ini mari bangkit dan katakana Allah lah satu-satunya yang dimiliki dan diinginkan. Asaf memang seorang Lewi dan dia tidak mendapat bagian apa-apa di Tanah Perjanjian selain bagian dari perpuluhan umat yang dipersembahkan kepada Tuhan (Bil.18: 21-24; Ul.10: 9; 18: 1-2), tetapi pada bagian ini dia lebih menekankannya lagi.  Ini adalah sebuah perubahan yang sangat radikal oleh karena pengenalan dan kedekatan dengan Allah. Alasan komitmen pemazmur adalah bahwa orang yang jauh dari Allah dan yang berzinah (unfaithful) akan dibinasakan/destroyed (ay.27).Keempat,,Komitmen (eksternal) (ay.28) yaitu : suka dekat dengan Allah (it is good to be near God), menaruh tempat perlindungan pada Allah,tujuannya: dapat menceritakan segala pekerjaan-Nya (I will tell of all your deeds) karena kemurahan Allah kepadanya (hanya orang yang memilkipengalaman didalam Tuhan yang dapat menceritakan perbuatan-perbuatan Allah. Mari akhiri tahun ini dengan kemenangan dari fluktuatif rohani, akhiri dengan happy ending, ada sebuah kebangkitan rohani, komitmen internal dan eksternal.

Solideo Gloria

Selasa, 12 November 2013

Eksposisi : LUKAS 10

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh


Lukas 10:25-37

Lukas tidak mencatat kapan peristiwaini terjadi, tapi ada seorang ahli taurat yang menjumpai Yesus bukan dengan tulus ingin bertanya tapi ingin mencobai/menjebak Yesus. Ia bertanya “Apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”(ayat 25). Yang salah dari konsep ahli taurat ini bahwa untuk mendapatkan hidup yang kekal melalui apa yang kita perbuat bagi Allah, Kenapa? Dalam konsep yahudi/ahli taurat siapa yang taat hukum taurat, dia akan selamat. Dia tahu konsep itu tapi ia mau menjebak Yesus dengan bertanya apa yang harus dilakukan untuk memperoleh hidup kekal.Tetapi Yesus meresponinya dengan menyuruh dia mengingat apa yang tertulis dalam hukum taurat (ayat 26). Ahli taurat itu menjawab “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”(ayat 27). Tuhan Yesus membenarkan jawaban tersebut dan memerintahkan agar hal itu dikerjakan (ayat 28). Memang dalam pemahaman kitab suci, ahli taurat tidak perlu diragukan, mereka paham  firman Tuhan, hafal firman Tuhan tapi kelemahannya adalah mereka tidak melakukannya. Jawaban Tuhan Yesus membuat ahli taurat ini berdalih”Siapakah sesamaku manusia?”(ayat 29). Ada 3 hal negatif yang dilakukan ahli taurat ini : bertanya untuk mencobai, tahu kebenaran firman Tuhan tapi tidak melakukan, tahu firman Tuhan tapi tetap berdalih. Mungkin kita juga bisa terjebak seperti ahli taurat ini, kita tahu firman Tuhan tapi tidak melakukan atau berdalih untuk melakukan. Pertanyaannya dijawab Tuhan Yesus dengan sebuah ilustrasi, sebuah kisah orang Yahudi yang sedang dalam perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho. Dalam perjalanan ia tertimpa musibah diserang penyamun, hartanya dirampok, dan ia dipukul sampai terluka.Dalam keadaan sekarat ia dibiarkan tergeletak di tepi jalan (ayat 30). Sewaktu orang itu terkapar setengah mati lewatlah berturut-turut seorang imam dan seorang Lewi. Keduanya orang yahudi, tergolong rohaniawan, dan pemimpin agama pada zaman itu (ayat 31-32) Imam maupun Lewi yang melihat dari jauh, bukannya berhenti sebentar atau memberikan pertolongan sebisanya, mereka malah menghindar dari tanggung jawab tindakan kasih. Mungkin masing-masing dari mereka memiliki simpati pada korban, namun mereka punya alasan untuk tidak menolongnya. Ketika mereka melihat musibah menimpa sesamanya, sebangsa dan seagama, mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka tidak mau repot dan ingin menghindar dari persoalan.

Kemudian lewatlah seorang Samaria (ayat 33), berbeda dengan orang yahudi, ia turun dari keledainya, mencuci lukanya dengan minyak dan anggur dan membawa korban ke tempat penginapan dan merawatnya dan menginap semalam. Karena ada urusan yang harus diselesaikannya, ia menitipkan uang secukupnya untuk pemilik penginapan sebagai biaya merawat korban. Ia berjanji setelah urusannya selesai, ia akan kembali untuk membayar segala kekurangan yang ada (ayat 35). Yesus tidak menjawab pertanyaan ahli taurat itu “Siapakah sesamaku manusia?”Yesus balik bertanya kepadanya”Siapakah diantara ketiga orang ini yang menurut pendapatmu adalah sesama manusia bagi orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” (ayat 36).  Persoalannya bukan ia tidak tahu siapa sesamanya, bagi dia sesamanya adalah : sesama ahli taurat (satu profesi), sesama orang Yahudi (satu etnis), orang yang beribadah pada Allah yang sama (satu agama). Pertanyaan Tuhan Yesus dijawab ahli taurat “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya” (ayat 37). Yesus menutup dialognya sambil berkata “Pergilah dan perbuatlah demikian” (ayat 37b).

Bukan berarti kita bisa tidak terjebak dengan sikap kedua orang ini (imam dan Lewi), tokoh spiritual dan pemimpin agama. Orang yang religius tanpa religiusitas, memiliki jabatan rohani, kegiatan rohani, hafal firman Tuhan tapi tidak melakukan. Kitapun sebagai alumni jangan sampai bersikap asosial (anti kepedulian sosial). Mari belajar hal-hal positif dari orang samaria ini pertama : waktu orang Samaria ini melihat orang itu tergeraklah hatinya dengan belas kasihan (ayat 33). Dalam kepedulian sosial/ tindakan kasih pada sesama digerakkan oleh belas kasihan bukan semata menggerakkan simpati (seperti imam dan Lewi) tapi juga empati. Kebiasaan hidup di kota cenderung individualis, hidup dengan diri sendiri, seringkali duduk bersama dengan keluarga/teman tapi masing-masing sibuk dengan gadget/hp. Kekeristenan jangan sampai tidak punya dampak/warna, kita menjadi asosial, tidak peduli dengan sesama. Ketika ada korban tabrak lari, kita takut menolong, karena takut menjadi saksi, tidak mau berkorban uang dan waktu. Orang yang digerakkan dengan kasih menolong orang menembus batas suku, agama, status sosial. Tidak ada persamaan antara Samaria dan yahudi, orang samaria dianggap kafir, tapi ia menolong orang Yahudi yang sanagt berbeda dengan dia, kasih yang sejati tidak saja simpati tapi empati dengan tindakan yang real. Memang perintah Paulus untuk menolong terutama kawan-kawan kita seiman (Gal 3:10), tapi kasih menembus batas perbedaan suku, agama status sosial. 1 Yoh 3:18 “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran”.

Hal positif yang kedua yang dilakukan orang samaria ini adalah ia mengasihi dengan perbuatan. Ia tidak melakukan tindakan setengah-setengah tapi menyeluruh (34,35), melakukan sampai tuntas. Mari belajar menolong bukan dengan setengah-setengah. Ketiga: orang Samaria ini rela berkorban : korban waktu (menginap satu malam,terhalang pekerjaannya 1 hari 1 malam), korban peluang bsinis, korban dana (dia harus membayar penginapan, merawat korban).Ketika kita mengasihi hal ini tidak pernah memberatkan. Sampai akhir dialog ini Yesus tidak menjawab pertanyaan ahli taurat “Siapakah sesamaku?” adalah karena pertanyaan ini keliru. Pertanyaan ini berarti yang menentukan siapa yang berhak ditolong adalah kita, bukan orang yang perlu ditolong. Sesamaku disini berasumsi ada orang yang termasuk kelompokku dan ada yang tidak, ada yang berhak ditolong ada yang tidak. Ini membuat si penanya merasa layak menentukan siapa sesamanya dan siapa yang bukan, karena tidak semua orang adalah sesamanya. Hal inilah yang membuat banyak orang picik, tidak mau bergaul, sesamaku adalah satu kampus, satu fakultas, satu jurusan, satu marga, satu agama, satu gereja, satu sektor. Sehingga hal ini membatasi kita hadir dalam satu acara/kegiatan jika kita tidak terlibat di satu kepengurusan tertentu. Orang Lewi dan imam mengaksklusifkan hanya orang Lewi dan yahudi. Ini juga dapat terjadi pada kita menjadi kelompok yang eksklusif, terkotak-kotak, memilih mana yang layak ditolong, mana yang tidak. Orang Samaria menjadi sesama bagi orang yang dirampok. Selama ini orang Yahudi dan orang Samaria saling bermusuhan, tapi tidak menghalangi dia untuk menolong.

Sikap yang benar adalah bahwa kita menjadi sesama bagi siapa saja. Jadi bukan “Siapakah sesamaku” tapi “Siapakah aku bagi sesama?”Siapakah kita bagi koruptor? Siapakah kita bagi korban ketidakadilan? Siapakah kita bagi orang-orang miskin? Siapa kita bagi para pengungsi< anak-anak jalanan, mereka yang tidak bisa sekolah karena tidak punya uang, anak-anak keluarga broken home, pedagang kaki lima yang digusur? Apakah kita diam hanya karena mereka bukan orang yang kita kenal? Bukan orang yang layak untuk kita tolong? Menolong bukan hanya karenaa satu gereja, satu suku, satu agama. Siapakah kita bagi mahasiswa yang ditindas? Siapakah kita bagi mahasiswa yang selalu diajarin asisten dosen karena dosennya tidak pernah masuk? Mari berbuat untuk meminimalisir kejahatan.Siapakah Yesus bagi kita? Dia telah menebus kita dari dosa, inilah kasih yang simpati dan empati. Roma 5:8 “Akan tetapi Allah telah manunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” Bukankah ketika kita masih berdosa Kristus mati untuk kita?  Jika kita bersama para koruptor, pemabuk, pezinah, penindas, siapakah kita bagi mereka? Ingat, kita bukan hakim yang menghukum mereka. Dengan pertanyaan “Siapakah aku bagi sesamaku” akan menghilangkan konflik horizontal antar agama, suku, golongan. Kita harus berpikir bagaimana menjadi sesama bagi orang lain. Membangun sikap menjadi sesama akan menghilangkan kecurigaan, pengkotak-kotakan dalam masyarakat. Tidak ada batas agama, suku dan status sosial. Kita adalah sesama. Mari menularkan sikap ini dan akan menolong menciptakan kerukunan beragama. 



Solideo Gloria

Jumat, 01 November 2013

Eksposisi Matius 25

Oleh : Drs.Tiopan Manihuruk, MTh


Matius 25:31-46

Bagian ini berlatar belakang 2 hal : pertama dari pasal 25:1-13 menekankan betapa pentingnya di akhir zaman orang tetap setia dan taat pada Tuhan, kedua : pasal 25:14-30 menekankan pentingnya orang menggunakan semua yang ia miliki, baik talenta, bakat dengan maximal untuk kemuliaan Tuhan. Ayat 31 ini berbicara tentang akhir zaman apakah kita tetap setia dan pertanggungjawaban apakah kita sudah melakukan yang terbaik dalam hidup kita. “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya…maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaanNya”(ayat 31). Apa yang terjadi pada saat Yesus datang kedua kali? 1 Tes 4:16-17 “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit, sesudah itu kita yang hidup, yang masih tinggal akan diangkat bersama-sama dengan mereka…”, semua orang akan dihakimi, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, apakah mereka orang yang percaya pada Tuhan atau yang tidak, apapun agamanya, pada hari penghakiman akan menghadap Tuhan Yesus. Pada saat penghakiman akan ada 2 pemisahan, sama seperti gembala memisahkan domba (orang yang beriman) dan kambing (orang yang tidak beriman). Walaupun semua orang dihakimi, tapi ada perbedaan, penghakiman bagi orang beriman bukan soal keselamatan dapat hilang tapi bicara soal mahkota, sedangkan penghakiman bagi orang yang tidak beriman berarti kebinasaan. 1 Kor 3:10-15  “..Entahkah orang membangun diatas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu,rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing akan nampak...Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah. Jika pekerjaannya terbakar…ia akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api” Semua orang yang telah memiliki pundasi akan diuji dengan api,orang yang beriman akan selamat tetapi seperti diselamatkan dari dalam api. Bagian ini bukan berbicara tentang keselamatan dapat hilang tapi bagi setiap orang percaya akan dimintai pertanggungjawaban. Filipi 3:13 “…aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yng di hadapanku”, Efesus 2:8-10 “..Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup didalamnya”.Keselamatan  kita peroleh bukan karena berbuat baik, bukan karena usaha kita tapi pemberian Allah (Ef 2:8-9), tetapi salah satu tujuan keselamatan adalah berbuat baik. Ketika Adam jatuh ke dalam dosa, dosa telah menjalar ke semua mahluk harus ada sebuah penebusan sehingga manusia kembali dapat mengerjakan mandat Allah. Karena itu orang-orang beriman wajib berbuat baik dan melakukan mandat Allah. Ketika kita diselamatkan, Allah mau memakai kita menjadi alatNya untuk pernyataan kasih Allah di bumi ini, menghadirkan kerajaan Allah.

2 Tim 4 :8 “Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan…tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya” Ayat 33, semua bangsa akan berkumpul dihadapanNya, domba-domba disebelah kanan dan kambing di sebelah kiri, hal ini tidak selalu berarti sebelah kiri jahat. Ayat 34, lalu raja itu mempersilakan  mereka yang di sebelah kanan untuk masuk dan menerima Kerajaan. Kenapa mereka diberi masuk dan menerima kerajaan Allah, alasannya di ayat 35-36. Penghakiman bagi orang beriman adalah bagaimana cara hidup kita setelah lahir baru, dari setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban, pada orang yang diberi banyak (talenta, uang, pekerjaan) akan diminta pertanggungjawaban lebih banyak.jadi perbuatan baik akan dilihat setelah lahir baru. Kenapa ini penting ? 1 yoh 3:17-18 “Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan, tetapi menutup hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah tetap didalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran” Bukti orang yang beriman, memberi kasih bagi orang lain, karena kasih itulah kita akan menolong orang yang membutuhkan. Jika ia tidak memberi kepada orang lain yang menderita , darimana kasih Allah akan kelihatan? Dengan perbuatan dan dalam kebenaran berarti memberi dengan motivasi yang benar, sumber yang benar dan orang yang diberi juga tepat. Karena itu jika kita sudah diselamatkan, lakukanlah tindakan kasih bagi sesama, sebagai bukti mengasihi Allah, melakukan perbuatan yang real.

Ayat 35-36 menekankan objek kasih Allah, Lukas 4:18-19, orang-orang miskin, orang-orang tawanan, orang buta, orang tertindas. Yesus datang kepada kaum Esena, orang yang miskin, tertindas dan berharap sebuah kelepasan. Salah seorang saudaraKu yang paling hina ini adalah 3L : the last (yang paling terakhir), the least (yang paling kecil), the lost (yang terhilang). Kepada ketiga kalangan inilah Tuhan meminta kita berbelas kasihan, memberi makan, minum, pakaian, memberi tumpangan, mengunjungi ke penjara. Ada perbedaan pertanyaan orang benar dan yang tidak nberiman, di ayat 37 dan ayat 44. Di ayat 37-39, orang-orang benar bertanya “Bilamanakah kami memberi kepadaMu” sedangkan di ayat 44 “Bilamanakah kami tidak pernah memberi?” Orang benar akan lupa apa yang telah dikerjakan, merasa tidak pernah melakukannya. Orang yang tidak beriman merasa sudah banyak memberi dan lupa apa yang belum dilakukan. Bagaimana kita  melakukan tindakan kasih? Jangan hanya berpikir yang penting sudah selamat dan tidak perduli dengan orang lain. Pelayanan PI tidak bisa dipisahkan dengan pelayanan kasih, seperti mata uang dengan dua sisi. Sama seperti pertobatan tidak dapat dipisahkan dari pemulihan dari dosa.


Ayat 40, tidak mungkin kita memberi pada Allah secara langsung, maka kita memberi melalui orang-orang yang dikasihi, tidak mungkin kita mengasihi Allah jika kita tidak mengasihi saudara kita (1 Yoh 4:20 “..barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya”. Tidak ada gunanya kita berkata “aku mengasihi Allah” tapi orang miskin tidak diberi makan, gereja dibangun dengan dana miliaran tapi warga miskin di sekitar gereja diabaikan. Sebagai anak-anak Tuhan yang diberkati, kita harus menjadi berkat bagi orang lain, menularkan kasih Allah dengan menolong sesama. Ayat 41, orang-orang yang tidak beriman akan dienyahkan, disebut sebagai orang-orang terkutuk akan dicampakkan ke dalam api kekal yang telah tersedia untuk iblis dan malaikat-malaikatnya.Kenapa? Alasannya di ayat 42-45, karena mereka tidak melakukan perbuatan baik kepada salah seorang yang paling hina. Karena itu mari melatih kepedulian sosial kita, hati yang berbelas kasihan untuk menolong dan memberi pada orang lain. Wahyu 21 : 8, kematian kekal akan tersedia bagi oraang-orang yang tidak beriman, sedangkan hidup kekal tersedia bagi orang yang beriman. Pasal 25:14-30 menekankan pentingnya mengelola dan mempertanggung jawabkan semua hal yang Tuhan telah percayakan pada kita pada hari penghakiman. 


Solideo Gloria  

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...