Jumat, 27 Juli 2018

Ayub III

Oleh : Ir. Indrawaty Sitepu, MA

Dinamika reaksi Ayub (Lanjutan)
1.      Amarah karena anak panah Allah (Ayub 6-7). Ayub mempertahankan diri- Ayub kecewa terhadap sahabat-sahabatnya- Ayub mengeluh
2.      Putus asa dihadapan kemahakuasaan Allah (Ayub 9-10). Ayub mengakui leadilan dan kekuasaan Allah-Bagaimana mungkin Ayub berhadapan dengan allah di pengadilan- Ayub dalam keputusasaannya- Ayub meyanggah tindakan Allah terhadapnya- Ayub rindu kematian
3.      Betapa dahsyat bila Allah tidak hadir, tapi juga bila Allah hadir (Ayub 12-14). Ayub mengakui hikmat dan kuasa Allah-Walaupun takut, Ayub memutuskan untuk mempertahankan kejujurannya-Ayub mengeluh atas kerapuhan manusia
4.      Harapan akan dibenarkan mulai tumbuh (Ayub16-17). Ayub menyebut sahabat-sahabatnya penghibur sialan. Ayub mengeluh terhadap Allah- Ayub memohon dengan harapan kepada saksi nya di surga-Ayub menanti-nantikan kematian
5.      Penebus itu hidup (Ayub 19). Kesabaran Ayub makin habis- Ayub merasa ditinggalkan allah-Ayub meminta sahabat-sahabatnya mengasihi dia- Ayub yakin akan penebusnya
6.      Masalah teodise-pengaturan dunia oleh Allah- Ayub mengkritik cara allah memerintah dunia (Ayub 21). Ayub mohon didengar-Ternyata orang jahat makmur- penjahat jarang jatuh, tapi semua akan mati- Argumentasi sahabat-sahabat Ayub itu tidak sesuai dengan pengalaman nyata
7.      Merindukan persekutuan dengan Allah (Ayub 23-24). Ayub merindukan persekutuan dengan Allah-Nampaknya Allah mustahil dihampiri-Mengapa Allah nampaknya tidak bertindak atas kejahatan manusia
Betapa pilunya ratapan Ayub dalam Ayub 23.3,8-9

Yang sangat Ayub takuti ialah, kalau-kalau Allah telah meninggalkan dia
Dalam kesunyian, kesendirian dan kesepiannya, ia menyangka bahwa Allah telah mengecewakan, melepaskan dan membiarkan dia. Bukan kehilangan anak-anak dan harta yang ia takuti.Allah tersembunyi bagi Ayub dan semua petaka yang menimpanya juga bagai misteri. Dalam keadaan seperti itulah Allah menjawab Ayub.

Allah menjawab Ayub
Pasal 40 ayat 1-9
Pada bagian ini Allah menjawab Ayub perihal Teodise-pengaturan Allah atas dunia. Ayub mengeluh tentang cara Allah memerintah dunia ini (Bd Ayub 21); orang-orang fasik dapaty hidup tenang dan tidak kehilangan apapun.Allah mengingatkan Ayub bahwa Ia tidak pernah berbuat tidak adil-walaupun keadaan kadang kelihatannya sangat bertentangan.
Allah adalah Allah Mahahikmat- alam mengingatkan kita, Ia mengurus alam dengan keteraturan. Allah Mahakuat- binatang2 raksasa mengingatkan kita (binatang-binatang tunduk pada Allah).Allah mahaadil- sebagimana yang sedang Allah katakan kepada Ayub. Allah mahatahu, Allah mahakuasa, Allah maha baik.
Dihadapan Allah yang bercitra demikian, tertutup semua logika manusiawi yang mempertentangkan salah satu sisi watak Allah dengan sisi lainnya. Dengan demikian kita mendapat gambaran tentang hakikat jati diri Allah, yang ditanganNya berada segala rahasia penderitaan dunia ini.

Sering dikatakan “Kalau Allah mahabaik seharusnyalah Ia meniadakan semua penderitaan. Kalau Allah mahatahu seharusnyalah Ia tahu semua penderitaan. Kalau Allah mahakuasa seharusnyalah Ia mampu melakukan apa saja yang Ia kehendaki “. Bukankah seharusnya Allah dapat mencegah semua penderitaan? Jika Alalah maha baik, seharusnya Ayub tak mungkin menderita. Dengan demikian tidak tepat menyatakan Allah mahabaik, mahatahu,mahakuasa. Allah tidak mungkin sekalian dan sekaligus berhikmat, berkekuatan dan adil. Tapi justru itulah yang sekarang sedang Ayub pelajari dari Allah.
Kalau kita katakan Allah mahahikmat, mahaadil tapi tidak mahakuat, atau mahahikmat, mahakuat tapi tidak mahaadil dan sebaliknya, maka dunia kita ini menjadi logis tapi bukan lagi dunia Allah yang hidup seperti yang diperlihatkan kepada Ayub dan kita bd Yes 55 ayat 9. Yang dipelajari Ayub tentang Allah ialah semua citra Allah itu menjadi satu. Ia maha baik, adil, tahu, kuasa.dunia ini milik Allah, kita tidak mampu memahamiNya, begitu besar kuasa Allah memelihara dunia ini.
Pascal mengatakannya dalam Pensees hlm 309,..Allah Abraham, Ishak, Yakub,…Allahku dan Allah anda bukan allah para filsuf dan para ahli. Allah bukan hanya dalam teori saja tapi kelihatan dari cara hidup. Pascal seperti Ayub, mempunyai pengalaman yang hidup tentang Allah yang hidup, yang memperkenalkan diriNya dalam suatu pertemuan.
Kitab Ayub tidak mengajak kita untuk tidak menggunakan daya nalar kita
Kitab ini mengingatkan kita, bahwa kita tidak akan dapat mengerti jalan-jalan Allah hanya dengan mengandalkan daya nalar kita. Allah yang hidup bukan dijadikan hanya sebatas pokok pembicaraan, melainkan untuk dijumpai dan dikenal. Allah harus dikenal dan dijumpai secara pribadi. Karena itu jika kita KTB, bukan semata-mata penyelesaian bahan PA tapi pencapaian profil. Apakah kita sudah menTuhankan Kristus dalam hidup kita sehari-hari?
Allah yang hidup bebas bertindak, dan kita harus mengakui bahwa kita tidak selalu memahami tindakanNya. Allah memperkenalkan diriNya bukan melalui batasan argumentasi dan kesimpulan logika. Allah memperkenalkan diriNya melalui kasih karunia, dalam suatu pertemuan pribadi yang menuntut jawaban pribadi.
Benarlah  bahwa Allah Ayub adalah Allah Abraham bukan allah para filsuf (spti Elihu) dan allah para ahli (spti Bildad). Ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab di dunia ini melainkan di surga dan banyak persoalan yang tak dapat dipecahkan oleh logika manusia. Mungkin saja ada pertanyan-pertanyaan yang kiota ajukan dan sampai kita meninggal, jawabnnya tidak kita temukan dan pahami.
Kitab Ayub memperkenalkan Allah yang hidup, Allah yang mengherankan,  God of surprise (judul buku GW Hughes) Allah yang tersembunyi, yang kehadiranNya kadang dinyatakan melalui kenyataan seolah-olah ia tidak hadir.

Ayub menjawab
Pasal 42 ayat 1-6
Ayub menjawab dengan rendah hati dan pasrah serta ikhlas. Ia diliputi oleh pengakuan dan keharuan akan kehadiran Allah dalam segenap keberadaannya dalam kasih karuniaNya. Sulit bagi Ayub untuk memahami, tapi pada akhirnya, ia mengakui Allah hadir dalam segala keberadaannya. “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau”(Ayub 42:5). Ayub benar-benar mengenal Allah dan merespon dengan tepat. Bukan Allah yang berubah, tetapi Ayub . Allah bukan Allah yang asing. Tapi Allah dalam segala kemahakuasaanNya yanjg tidak sanggup dipahami oleh Ayub.

Pemulihan
Pasal 42 ayat 7-14
Kita kembali ke prosa yang agak mirip dengan pembukaan pasal 1 dan 2
Dari epilog ini paling tidak kita dapat belajar ada dua hal, yaitu
1.      Pengalaman Ayub akan kasih karuniaNya, ia wujudkan dengan doa bagi sahabat-sahabatnya
Kasih karunia Allah curahkan bagi Ayub, diwujudkan dengan doa Ayub bagi sahabat-sahabatnya, karena itu jalan pemulihan bagi sahabat-sahabatnya (Ayub 42:7-8). Alalh mengulang perkataanNya bahwa Ayub benar, ia berkata benar tentang Allah (42:7). Alalh memklumi kegalauan dinamika perjalanan hidup Ayub dan Ia hanya berkenan pada doa Ayub. Allah meniali Ayub benar dengan semua komentar-komentar yang sudah Ayub sampaikan. Alalh yang penuh kasih karunia itu menrima kritik Ayub, tantangannya. Dan kasih karunia Allah disalurkan Ayub dengan mendoakan sahabat-sahabatnya. Pengalaman kasih karunia yang kita alamipun seharusnya mengalir ke orang-orang di sekitar kita, bukan berhenti pada diri kita.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada tema nabi Yesaya dalam nyanyian tentang Hamba Tuhan (Yes 42 ayat 1-4,49 ayat 1-6, 50 ayat 4-9 dan 52 ayat 13-53 ayat 12)
Sang hamba berdiri mewakili umat allah dihadapan Allah dengan membawa korban perdamaian, pengudusan dan persembahan serta memanjatkan doa untuk memohonkan rahmat dan kasih karunia Allah
2.      Ayub mengalami kasih karunia itu saat ini, di dunia ini
Dahulu pengharapan Ayub berpusat pada pembenaran setelah meninggal, di dunia yang lain pada masa yang akan datang, tetapi pada bagian ini pengalaman kasih karunia tersebut riil, kini di dunia ini bersama keluarga, kenalan yang dipulihkan dan juga kawanan ternak.
Kasih karunia Allah tercurah atas kita dalam realitas pengalaman kita sebagai manusia. Kasih Allah yang disana-di kalvari-di surga menemukan kita disini dan kini

Kesimpulan dan Refleksi
1.      Ada begitu banyak hal yang belum kita ketahui dibumi ini.
Dalam ketidaktahuan itu,dinamika hidup beriman bisa terjadi keraguan, kebingungan yang harus kita terima sebagai rahasia Allah. Ada bagian-bagian yang tetap menjadi rahasia Allah.  Mungkin ada banyak hal yang membuat kita juga bingung dan ragu, biarlah seperti itu, mungkin setelah di sorga, baru kita memahami. Belajar dari Ayub yang dituntun ke tujuan Allah yang tidak ia ketahui, kiranya Allah memperdalam iman kita, termasuk pada waktu kita tidak mengerti, bahkan sewaktu kita berada dalam kegelapan
2.      Berhati-hati dalam memberi bimbingan atau khotbah yang tidak pada tempatnya.
Sahabat Ayub jelas kurang peka  sewaktu mereka berusaha memaksa Ayub menerima dugaan dan teori mereka. Kita tidak akan dapat menolong orang kalau kita mendekati mereka berdasarkan praduga kita, ingat mendengar adalah kata kuncinya
3.      Hal-hal buruk dapat menimpa orang baik.Umat Tuhan, hamba Tuhan pun menderita.
Kita tidak boleh menilai rohani seseorang berdasarkan keadaannya atau kekayaannya. Jangan sekali-kali menyamakan berkat Allah dengan kehidupan yang mujur.
Berkat bisa saja diperoleh melalui penyakit atau keadaan yang menyimpang dari harapan. Sering kali permasalahan dan penderitaan membuat kita lebih dekat dengan Tuhan. Lebih mencari Dia. Jangan menghakimi orang yang kena petaka, penderitaan yang bertubi-tubi, banyak hal yang tidak kita ketahui, mungkin Allah sedang bekerja di dalamnya
4.      Pentingnya mengenal Allah dengan benar.
Allah Abraham, Ishak dan Yakub dan juga Allah Ayub. Melalui ketiga sahabat Ayub kita diingatkan harus berpegang pada apa yang allah katakan mengenai diriNya, agar kita jangan menyimpang dan mengikuti cara berpikir yang keliru
5.      Tabah dan tekun dalam kemalangan
Bd Yakobus 5 ayat 11, Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub
Ayub  adalah orang yang mengindahkan suara hatinya, tidak tercemari oleh sekitarnya.
Kita pun perlu mengindahkan suara hati yang dipimpin Roh Kudus
6.      Ajaran tentang kasih karunia mengubah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan teodesi, dari suatu pencarian akan penyebab-penyebab pada masa lalu ke pengharapan akan penebusan pada masa yang akan datang karena diletakkan dalam hubungan yang lebih luas, lebih pribadi sehingga tidak perlu lagi dikemukakan. Setelah Allah menjelaskan, Ayub tidak bertanya lagi karena Ayub makin mengenal Allah, sehingga pertanyaan-pertanyaan itu tidak penting lagi.
7.      Banyak yang penting tapi yang terpenting yaitu berjalan bersama Allah dalam persekutuanNya, menikmati Dia dalam dunia milikNya.
Persekutuan dengan Allah adalah karunia Allah, yang dapat mendatangkan keuntungan dari penderitaan yang paling berat sekalipun  bd 2 Kor 12 ayat 7-10. Ingat : hal yang terpenting biasanya musuh dari hal-hal yang penting dan baik.

8.      Penderitaan pasti akan berakhir. Kapan? Kita tidak tahu
Tuhan pasti akan datang, dan ia akan mengubah luka kita menjadi peranti pemujaan kita (A Revelation Of Love ed by M. Glasscoe-Exeter, 1986)
Kepada kita tidak dijanjikan kebebasan dari penderitaan di dunia ini Bd  Yoh 16 ayat 33
Dan kepada kita tidak dibuka semua rahasia Allah
Tapi kepada kita semua dijanjikan kasih karunia dan pengharapan
1 Petrus 5 ayat 6-11



SOLIDEO GLORIA

Jumat, 20 Juli 2018

Ayub II

Oleh : Ir. Indrawaty Sitepu,MA



Pendahuluan
1.      Jika saudara sedang berduka, pilu, perih, apa yang saudara harapkan dari sahabat saudara?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..

2.      Jika sahabat saudara sedang berduka, pilu, perih, apa yang saudara lakukan kepada sahabat saudara tersebut?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………….........................................................................
Terkadang di saat-saat kita sedih, merasa pilu, perih,kita hanya membutuhkan kehadiran sahabat-sahabat kita untuk mendengarkan curahan hati kita. Bahkan di saat-saat dukacita, kadang terlalu banyak bicara justru tidak menolong.
Penderitaan Ayub bertubi-tubi
1.  Kehilangan harta
2.  Kehilangan keluarga
3.  Kehilangan kesehatan
4.  Ucapan berbisa dari pasangan
                 
a.      Masa hening berakhir
Setelah tujuh hari, tujuh malam terpukul, terpaku dan berdiam diri, terdengarlah ratapan Ayub. Puisi pasal 3 membawa kita  ke bilik hati Ayub dan merasakan kepiluan hatinya. Di Ayub 3 ayat 1-26, Ayub meratap. Pada bagian ini Ayub mengutuki hari kelahirannya, dia tidak mengutuki yang lain (Allah, Orang lain). Dia mengajukan banyak pertanyaan mengapa? Mungkin ada banyak pertanyaan mengapa yang kita ajukan setiap kali kita mernghadapi kesedihan/penderitaan. Salah satu pertanyaan yang sangat memilukan adalah mengapa? Mungkin dalam hidup kita juga banyak pertanyaan mengapa
Ayub tahu bahwa hidupnya dalam tangan Allah dan ia yakin bahwa Allah baik, tapi akhir-akhir ini sepertinya Allah tidak seperti yang Ayub kenal selama ini, Dia seperti Allah yang asing bagi Ayub, seolah-olah ia tidak mengenali Allah. Apakah kita pernah merasakan Allah begitu asing bagi kita? Ia tidak seperti Allah yang dulu kita kenal, sembah dan layani? Allah sepertinya tidak menjawab doa kita bertahun-tahun? Hal inilah yang dirasakan Ayub.
b.     Sahabat-Sahabat  Ayub

1.      Elifas (pasal 4-5,15,22)
Di sini Elifas mulai berbicara. Elifas menganggap Ayub menuai semua ini karena ada dosa yang dia lakukan. Seperti firman Tuhan dalam  1 Pet 3:12 “Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat”,, Mzm 34 ayat 12-16, Gal 6:7 “Jangan sesat! Alalh tidak membiarkan diriNya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”., Berdasarkan prinsip teologis,kalimat Elifas dapat dibenarkan.  Artinya orang yang melakukan kejahatan pasti akan menuai kejahatan. “Apa yang ditabur akan dituai” tidak boleh dibalik “Apa yang dituai karena apa yang ditabur” , seolah-olah semua penderitaan yang dialami, selalu karena kita telah melakukan dosa sebelumnya. Memang ada penderitaan yang terjadi karena dosa tertentu, tapi tidak berlaku untuk semua orang. Elifas menerapkan prinsip teologis itu terbalik, sebab – akibat. Hal ini tidak berlaku bagi Ayub, karena ia seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan, tiba-tiba mengalami penderitaan atas izin Allah dan bukan karena dosa. Kesimpulan Elifas salah.
Filsuf Pascal  mengatakan “Tahapan terakhir dalam upaya penalaran ialah pengakuan bahwa masih banyak hal yang tidak terselami oleh nalar”. Filsuf ini mengakui ada hal-hal yang tidak bias kita pahami, jangan memaksakan hubungan sebab akibat. Tuhan Yesus sendiri juga menderita, dan Ia tidak pernah berdosa.
Di penghujung abad 20 timbul Teologi Kemakmuran dimarakkan oleh Elifas Elifas modern. Paham ini mengajarkan bahwa orang-orang yang diberkati Tuhan akan hidup makmur dan tidak akan menderita.  Kebenaran mendampakkan kemakmuran dan  dosa mendampakkan penderitaan , asas berpikirnya sama dengan Elifas. Elifas menyajikan kebenaran dari satu sisi
Ada kalanya Allah memalingkan wajahNya terhadap orang baik dan saleh, bukan hanya orang jahat saja. Selanjutnya Elifas menegur, menantang dan memperlihatkan kekesalan terhadap Ayub (Ayub 15), ia menyalahkan Ayub. Elifas melukiskan orang fasik sedmikian rupa, sehingga Ayub termasuk orang fasik , jadi wajar jika alami malapetaka di Ayub15: 25

Pasal 22
Elifas berusaha menghadapkan Ayub pada kemahakuasaan Allah, Elifas menunjuk Ayub melakukan hal-hal yang jahat (22:5,6, 7,9-11), kejahatannya besar maka Ayub ditimpa malapetaka. Elifas menganggap Allah begitu tinggi sehingga Allah tidak mungkin mau memperhatikan Ayub pribadi. Elifas membujuk Ayub kembali kepada Allah (Ayub 22: 21-30)
Elifas berusaha menolong Ayub, dengan mengesampingkan persoalan Ayub yang mendasar. Bd  pasal 5:8,”tetapi aku tentu akan mencari Allah, dan kepada Allah aku akan mengadukan perkaraku” 5:24 ; 15:9-10 “Apakah yang kau ketahui yang tidak kami ketahui?Apakah yang kau mengerti, yang tidak terang bagi kami? Di antara kami juga ada orang yang beruban dan yang lanjut umurnya daripada ayahmu” ; 22:5 “Bukankah kesalahanmu besar dan kesalahanmu tak berkesudahan?”. Elifas ingin mengatakan, bahwa orang benar pasti akan hidup lanjut dan tidak menderita.
 Ayub menjawab  di pasal 6-7( ia kecewa terhadap sahabat-sahabatnya) ,16-17 (mengeluh tentang perlakuan Allah) ,23,24 (ayub membela diri di hadapan Allah, seolah-olah Allah acuh tak acuh terhadap kejahatan)
2.      Bildad (8,18,25,26 ayat 5-14)?
Bildad berpegang teguh pada tradisi dan peraturan, berdasarkan ilmu pengetahuan.Jika Elifas menekankan kemahakudusan Allah, Bildad menekankan kemahakuasaan dan keadilan Allah
Masakan Allah membengkokkan keadilan? Masakan yang mahakuasa membengkokkan kebenaran? Allah mustahil melakukan yang salah. Bildad dan Elifas sama sama tidak mendengar, tidak mengerti apa penderitaan Ayub sehingga tidak tepat dan tidak menolong. Mendengar adalah kata kunci seorang sahabat, penolong, pengkotbah
Ayub menjawab  di pasal 9-10,19,26-27)
3.      .Zofar
Ayub pasal 11:4-5 “Katamu pengajaranmu murni dan aku bersih di matamu. Tetapi mudah-mudahan Allah sendiri berfirman, dan membuka mulutNya terhadap engkau” ,20,27 :13-23). Zofar berlagak pintar. Pasal 11 ayat 4-5 Zofar menghina Ayub karena Ayub telah bertahan bahwa ia tidak bersalah dan menyatakan bahwa ia diperlakukan tidak adil. Allah mengenal penipu ayat 11.
Ayub 11:13-15 “Jikalau engkau ini menyediakan hatimu dan mendahkan tanganmu kepadaNya; jikalau engkau menjauhkan kejahatan dalam tanganmu, dan tidak membiarkan kecurangan  ada dalam kemahmu, maka sesungguhnya engkau dapat mengangkat mukamu tanpa cela dan engkau akan berdiri teguh dan tidak akan takut”
Empat langkah pertobatan dan berkat pertobatan (menyediakan hatimu, menadahkan tanganmu kepadaNya, menjauhkan kejahatan dalam tanganmu, tidak membiarkan kecurangan ada dalam kemahmu)
Ucapan Zofar benar bahwa dasar kehidupan orang beriman adalah pertobatan dan ketaatan . Zofar salah karena ia melupakan kenyataan, bahwa ada waktunya Allah mengizinkan penderitaan yang tak terduga dan yang nampaknya tidak adil Zofar kelihatannya gagal menjadi sahabat dan penolong. Ayub menjawab di pasal 12-14dan 21
Menurut Charles Truax dan Robert Carhuff , sahabat dan penolong mutlak membutuhkan sikap mengenal diri dan kelemahan diri, menghormati dan tidak menghakimi orang yang ditolong, empati yaitu kemampuan menempatkan diri diposisi orang yang ditolong .
Kesimpulan tentang ketiga sahabat Ayub
Ketiganya menyatakan sebagian dari kebenaran. Ketiganya bertitik tolak dari pandangan masing-masing tentang Allah, lalu masing-masing menerapkan pandangannya itu dalam menolong Ayub.
Sahabat-sahabat Ayub tidak mengenal diri dan kelemahan diri. Ucapan-ucapan mereka menyombongkan diri, menyudutkan Ayub. Dibutuhkan sikap yang tidak menghakimi, jika ingin menjadi konselor yang baik. Ketika ada orang yang sharing masalahnya dengan kita, kita harus bersikap empati, memiliki “kesediaan memakai sepatunya”, memahami jika kita benar-benar ada pada posisi dia. Masing-masing sahabat Ayub memahami sebagian , tidak utuh, tidak lengkap, mereka memiliki pandangan masing-masing tentang Allah, sehingga cara menolong Ayub juga berbeda.
Kalau kita sama dengan Elifas yakni memandang  Allah terutama adalah kudus, maka kekudusan akan sangat mewarnai pendekatan kita. Seorang seperti Elifas akan memberi nasehat “kamu harus bertobat, kamu mengalami ini karena kamu melakukan dosa”. Kalau kita sama dengan Bildad, yakni memberi penekanan utama pada keadilan Allah. Jika kita seperti Bildad akan memberi nasehat “Allah itu adil, tidak mungkin Ia mengizinkan kamu mengalami ini jika sebelumnya kamu tidak melakukan dosa”.Bila kita sama dengan Zofar, menjadikan kemahatahuan Allah sebagai tema utama. Orang seperti Zofar akan member nasehat “Allah itui maha tahu, jangan menjadi seorang penipu”.
Masing-masing sahabat Ayub berpegang pada citra Allah yang berbeda.
Ini peringatan bagi kita. Pengenalan kita akan Allah akan mempengaruhi kita termasuk cara menolong sahabat kita, cara kita melayani. Apa yang kita yakini akan menjadi penggerak bagi hidup kita.
Mereka berusaha menolong Ayub tetapi gagal  dan juga Allah murka kepada mereka karena tidak berkata benar tentang Allah (42 ayat 7). Ketiganya memberi gambaran Allah yang statis tetapi Ayub menghadapkan kita pada Allah yang dinamis dan hidup. Ia bertindak dalam kemahakuasaanNya tapi dengan hikmatNya yang tak terselami. Sulit memahami Allah yang mengasihi Ayub tapi mengizinkan Ayub menderita. Sama seperti Allah yang mengasihi Yesus Kristus, tapi mengorbankanNya di kayu salib.
Sadar atau tidak mereka menyiksa Ayub.Tidak mudah menyadari bahwa ketiga sahabat itu salah, mereka orang beriman yang berusaha menolong Ayub. Kadang-kadang sahabat lebih menyakitkan, karena kita memiliki harapan pada mereka, jika sahabat “menikam” kita, itu sangat menyakitkan. Apalagi jika mereka adalah orang yang sudah mengenal kasih Tuhan yang memberi komentar negatif, tidak mendukung kita, mungkin jika mereka belum sungguh-sungguh di dalam Tuhan, kita lebih memakluminya.
Kita dapat mengetahui kesalahan mereka dari cara Ayub menaggapi mereka.Berulang kali Ayub menegur mereka karena nasihat mereka sia-sia dan ngawur. Ayub mengeluh karena sahabat sejati seharusnya menopang sahabatnya yang dilanda keputusasaan (pasal 6 ayat 15,21,27,pasal 12 ayat 2,3, pasal 13 ayat 2,5,13, pasal 16 ayat 2,3).
Kesalahan berikutnya adalah pengertian tentang iman. Bagi ketiganya iman adalah suatu sistem keyakinan yang rasional, terlepas dari realitas hubungan pribadi yang hidup dengan Allah (Elifas) atau iman adalah kebenaran yang dipegang karena perkataan orang lain (Bildad) atau iman adalah pandangan dunia yang sesuai dengan akal sehat (Zofar)
·         Iman bagi Ayub
Hubungan yang dinamis dengan Allah yang hidup, yang Ayub pertahankan terus kendati Allah nampaknya mengecewakan dia. Walaupun Allah seakan-akan berubah (asing). Bagi Ayub iman adalah pemberiaan allah yang memampukan dia tahan hidup ditengah-tengah kebingungan dan ketidakpastian. Jika semua sudah pasti, iman tidak dibutuhkan lagi, justru karena semua belum pasti, kita membutuhkanj iman. Iman  mungkin tidak memberi jawaban, tapi berperan sebagai tangan yang menuntun kita dalam kegelapan, dimana Allah nampaknya tidak hadir, agar kita teguh meyakini bahwa Allah adalah kawan bukan lawan.
Kita juga belajar kelemahan pelayanan ketiga sahabat Ayub. Pentingnya penerapan praktis teologis terhadap kebutuhan sesama manusia, lebih berarti dan bermanfaat melalui pendekatan dalam perbuatan daripada omongan saja. Lebih banyaklah mendengar sebelum menasehati.
Sebagaimana teladan Kristus,Dia datang kepada kita ketempat kita dan melibatkan diriNya dengan kita dalam hal-hal biasa. Allah peduli pada hal-hal biasa, Ia memperhatikan satu per satu, bagian demi bagian Pelayanan bukan hanya menunjukkan seseorang jalan kepada Allah tapi juga merelakan diri bersama dia, membuka diri untuk mendengar, merasakan dan memahami pergumulan batin yang sedang ia alami agar teologi, tuturan dan pertolongan kita relevan dan bermakna bagi dia pada saat yang tepat dan di tempat yang tepat. Jangan terjadi kesenjangan teologis dengan praktek hidup sehari-hari. 

SOLIDEO GLORIA



Jumat, 13 Juli 2018

AYUB I

Oleh : Ir. Indrawaty Sitepu


Ayub pasal 1 dan 2


Pengantar
  • Apakah saudara pernah menderita karena ditinggal oleh orang yang saudara kasihi dan yang mengasihi saudara?
  •  Apakah saudara pernah menderita karena penyakit yang menimpa saudara?
  • Apakah saudara pernah menderita karena,….
  • Jika kita mengatakan “ya” untuk pertanyaan diatas, mungkin kita bisa merasakan  sedikit penderitaan Ayub. Bahkan untuk orang yang kita tidak kenalpun, kita bisa merasa sedih ketika mereka mengalami bencana.
  • Apakah saudara pernah menderita karena ditinggal oleh orang yang saudara kasihi dan yang mengasihi saudara, penyakit, kehilangan semua yang saudara miliki sekaligus?
  • Bagaimana tindakan saudara ? Apa yang saudara pikirkan tentang Allah pada situasi itu?

Hal-hal apa yang kita rasakan dan pikirkan ketika kita mengalami penderitaan/kesedihan, apalagi ketika penderitaan itu datang sekaligus? Mungkinkah kita bertanya “Dimana Tuhan ketika saya mengalami hal ini?” “Mengapa Tuhan tidak menjaga saya?”, “Mengapa Tuhan mengiznkan saya mengalami hal ini?” atau mungkin pertanyaan-pertanyaan lain ada dalam pikiran kita ketika kita mengalami kepedihan/kesedihan, kehilangan orangtua dll.


Pendahuluan Kitab Ayub 
Siapakah Ayub? Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub mungkin hidup sekitar zaman Abraham (2000 SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta  tersebut antara lain : 
  • Ayub masih hidup selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (Ayub 42 ayat 16), yang menyarankan jangka hidup yang hampir 200 tahun (Abraham hidup 175 tahun);
  • kekayaannya dihitung dari jumlah ternak ( Ayub 1 ayat 3, Ayub 42 ayat 12);
  • 3.      pelayanannya sebagai imam dalam keluarganya, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub (Ayub 1 ayat 5);
  • sistem keluarga pimpinan ayah menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham ( Ayub 1 ayat 4-5,13);
  • serbuan orang-orang Syeba ( Ayub 1 ayat 15) dan orang Kasdim ( Ayub 1 ayat 17) yang cocok dengan zaman Abraham;
  • sering kali (31 kali) penulis memakai nama yang dipakai para patriarkh bagi Allah, yaitu Shaddai (Yang Mahakuasa);
  • tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (sebelum 1500 SM).

·         Kapan kitab Ayub ditulis?
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun.
  • Selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri; 
  • Selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau 
  • Selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka.

 Ada beberapa pandangan tentang siapa penulis kitab Ayub. Ada yang mengatakan Ayub sendiri. Ada juga yang mengatakan bukan Ayub. Jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah  orang yang memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui penyataan langsung dari Allah (mis. Ayub 1 ayat 6  2 ayat 10).

·         Struktur Kitab Ayub
Kebanyakan ahli membaginya menjadi  tiga bagian dan memisahkan prosa dan  sajak/syair
1. Prosa pembukaan pasal 1-2
2. Sajak/Syair pasal 3 ayat 1 - pasal 42 ayat 6
3. Prosa penutup pasal 42 ayat 7-17

·         Pasal 1-2
Siapa Ayub?

Ia adalah seorang laki-laki dari tanah Us (keberadaan tanah Us juga tidak dapat dipastikan, tetapi banyak ahli beranggapan bahwa tanah Us terletak di sebelah tenggara Palestina dan Laut Mati atau di bagian utara Arab.Yang lain beranggapan bahwa tanah Us terletak di bagian timur laut Danau Galilea, dekat Damsyik
Apa yang langka di dunia ini, ternyata ada di dalam diri Ayub yang berintegritas. Tentang integritas dirinya itu, empat kata digunakan : saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (ayat 1). Karena sikapnya di hadapan Allah (spiritualitas) dan terhadap sesama (segi-segi hidup dalam dunia ini) saling menunjang, maka terciptalah suatu kepribadian yang berintegritas. Bahkan di saat sekarang inipun, keempat sifat ini tidak banyak orang yang memiliki keempat sifat ini. integritas artinya utuh, tidak terpecah, sama sikapnya kepada Tuhan, kepada sesama, dalam pekerjaan, semuanya dilakukan dengan sikap jujur dan saleh.
"Saleh" mengacu kepada integritas moral Ayub dan komitmen sepenuh hati kepada Allah; Saleh berpasangan dengan takut akan Allah, adalah prinsip yang membuatnya jujur serta menjauhi kejahatan. Orang saleh pasti hidupnya takut akan Tuhan dan pasti menjauhi kejahatan. Kesalehan adalah akibat dari orang takut akan Allah; integritas moral adalah akibat dari orang memiliki integritas spiritual. "Jujur" menunjukkan kebenaran dalam perkataan, tindakan, dan pikiran. Spiritual yang benar pasti akan menjadikan relasi dengan sesama juga baik.
Pernyataan tentang kebenaran Ayub 1 ayat 1 ini diulangi oleh Allah lagi dalam  Ayub 1 ayat 8  dan Ayub 2 ayat 3.Dengan demikian  menegaskan bahwa melalui kasih karunia-Nya Allah dapat menebus manusia yang berdosa sehingga menjadikan mereka sungguh-sungguh benar, baik, dan menang atas dosa. Pernyataan ini menegaskan  kesalahan ajaran dewasa ini yang  mengajarkan bahwa : 
  1. Tidak ada orang percaya di dalam Kristus, dapat mengharapkan dirinya tanpa cacat dan jujur di dalam hidup ini; dan 
  2. Orang percaya tak usah terkejut apabila mereka berbuat dosa tiap hari dalam perkataan, tindakan, dan pikiran tanpa harapan untuk menaklukkan tabiat berdosa selama hidup ini.

Dengan melihat Ayub 1: 8 berarti orang yang hidupnya sudah ditebus oleh Tuhan, pasti dapat hidup dengan keempat sifat itu (saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan)
Ayub adalah ayah dari 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan (ay 2),waktu itu dipahami mengisyaratkan kesempurnaan. Dia seorang konglomerat, terkaya dari semua orang di sebelah Timur (ay 3). Menurut kebudayaan Ibrani, kemakmuran biasanya dianggap pertanda berkat Allah , semakin jelas bahwa dia adalah orang yang diberkati Allah . Ayub adalah imam bagi keluarganya (ay 4-5). Ia berusaha menjaga kekudusan keluarganya, jangan sampai ada yang  berbuat dosa karena mengutuki Allah. Ayub paham benar bahwa mengutuki Allah adalah dosa, karena itu ia selalu mempersembahkan korban menguduskan anak-anaknya setelah mereka berpesta, Ayub pagi-pagi sekali (Ibrani=rajin dan teratur)mempersembahkan korban bakaran . hal itu ia lakukan bukan Cuma sekali-sekali tetapi rajin dan teratur, dilakukannya senantiasa (Ayub 1:5). Ayub diakui oleh Allah sebagai Hamba Allah (ayat 8) HambaKU, “tiada seorangpun di bumi seperti dia (ayub 1:8).

·         Penderitaan Ayub bertubi-tubi
Ayub 1 ayat 14-19
Iblis mempertanyakan keagamaan Ayub kepada Tuhan (ay 9), apakah jika ia tidak memiliki apapun, dia akan tetap takut akan Tuhan, bukankah Allah memberkati dia dengan segala miliknya dan memagari dia? Allah mengizinkan iblis untuk mengulurkan tangannya pada harta milik Ayub ((ay12). Hingga datanglah malapetaka :  
  • Orang Syeba menyerang dan merampas.
  • Api ,…membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga.
  • Orang-orang Kasdim,…menyerbu unta-unta dan merampasnya serta membunuh penjaganya dengan mata pedang. 
  • Angin ribut melanda,…semua anak Ayub mati.

Malapetakan demi malapetaka terjadi bersamaan, bahkan sebelum orang pertama selesai melaporkan, sudah datang orang berikutnya yang akan melaporkan bencana yang lain, hal ini dapat dilihat dari kalimat ‘sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata”(ayat16,17,18). Malapetaka datang bertubi-tubi, ada perampasan, peperangan, bencana, bahkan anak-anaknya pun mati. Tentulah ini hal yang berat untuk diterima oleh Ayub, ia pasti sedih dan terkejut. Tetapi apa respon Ayub atas malapetaka ini ?
  • Ayub 1 ayat 20-21Sujudlah  ia dan menyembah.
  • Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.
  • Dalam semua malapetaka itu Ayub melihat tangan Allah, mengakui kedaulatan Allah.  Allah yang memberi dan mengambil.

Ia tidak meratapi nasib, tidak mengutuki Allah, tidak meratapi cuaca.
Bagaimana mungkin terjadi pengakuan dan pujian demikian dalam kemalangan, seandainya Ayub menganggap harta dan anak-anaknya itu adalah miliknya? Bagaimana ia dapat tetap benar merespons kemalangan andaikata ia selama ini menjalani hidup yang tidak benar? Jika Ayub hidupnya tidak benar di hadapan Tuhan, tidak mungkin ia dapat berkata seperti itu.

·         Mengapa Ayub bisa bersikap demikian?
Paling tidak kita bisa melihat dan belajar 3 hal berikut: 
  • Ayub memiliki persepsi yang berbeda tentang harta. Ia meyakini bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah kepunyaan Allah, datangnya dari Allah. Ayub menyikapi harta miliknya sebagai titipan Allah yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan.
  • Persepsinya tentang harta membuat Ayub harus bertanggung jawab terhadap kepunyaan Allah tersebut. Itu sebabnya Ayub tidak merasa terikat dengan hartanya, juga oleh anak- anaknya. Ayub menempatkan anak-anak sebagai titipan Allah yang harus diasuh dan dididik dalam iman. Karena harta adalah titipan Tuhan, maka ketika Allah mengambil, kita seharusnya senang karena tanggung jawab kita mengelolanya sudah selesai. Jika kita memiliki gaji yang besar, tanggungjawabnya juga besar. Anak juga adalah titipan Allah, bukan milik kita, karena itu semuanya harus dipertanggungjawabkan untuk kemuliaan Tuhan.
  • Ayub menyadari bila tiba saatnya Allah akan mengambil kembali milik-Nya.

Ayub pasal 1 ditutup dengan sangat indah “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut, melainkan mengakui kedaulatan Allah”

Pasal 2
Dialog  Allah dengan Iblis tentang Ayub, setelah Iblis mencobai Ayub dengan 4 malapetaka. David Atkinson  mengatakan bahwa Allah mempercayai Ayub benar-benar tidak mengecewakan. Ayub tidak mengutuk Allah walaupun dicobai dengan 4 malapetaka sekaligus. Apakah kita adalah orang yang dipercayai Allah? Ayub membuktikan bahwa ia adalah orang yang hidup taat, berintegritas dan layak dipercaya, sekalipun mengalami banyak bencana.
Tetapi iblis masih menantang Allah, dengan mengatakan bahwa bencana yang dialami Ayub masih diluar dirinya, ia sendiri belum mengalami penderitaan langsung. Sehingga atas izin Allah , maka iblis menimpakan kepada Ayub suatu penyakit yang sangat menjijikkan dan menyakitkan  (ayat 7). Penyakitnya menyerang sekujur tubuhnya dari telapak kakinya sampai ke ubun-ubunnya dan ini dialaminya setelah 4 malapetaka sebelumnya bertubi-tubi datang menimpanya. Penderitaan masih berlanjut,..

·         Istri Ayub tampil
Apakah selama ini dia hadir tapi diam karena bingung?
Dan sekarang berkata kutukilah Allahmu dan matilah! Mengapa?
  • Karena ledakan beban jiwa?  Memang betapa perih  hidup dengan orang yang  kita kasihi dalam keadaan sekarat tanpa kita bisa menolongnya, hal yang sulit jika pasangan sekarat dan kita tidak dapat melakukan apa-apa.
  • Ataukah ledakan nurani penuh iba, sehingga ia ingin sekali penderitaan Ayub berakhir seketika?
  • Ataukah istri Ayub marah kepada Allah yang mengizinkan bahkan menyebabkan penderitaan yang demikian keji?


Tidak diketahui dengan pasti mengapa istri Ayub bereaksi demikian.
Apapun arti reaksi istri Ayub, yang jelas itu tidak menolong Ayub , sebaliknya beban Ayub makin berat dengan kesadaran bahwa dalam keadaannya yang sangat kritis demikian, ia dan istrinya berbeda keyakinan. Ia berbeda pandangan dengan istrinya  tentang kedaulatan Allah, penderitaan berat jika didukung oleh pasangan mungkin akan lebih baik, tapi tidak dengan istri Ayub. Ayub menyebut istrinya gila ( Ayub 2 ayat 10 bd  Ayub 1 ayat 5)
·         Sahabat Ayub-hadir ( Ayub 2 ayat 11-13)
Sampai pada bagian ini  tindakan sahabat-sahabat Ayub sangat mengharukan, cara yang lazim pada waktu itu menyatakan dukacita dengan menangis dengan suara nyaring, mengoyak jubah,menaburkan debu di kepala, mereka 7 hari,7malam duduk ditanah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ada kalanya penghiburan menjadi hambar jika kita terlalu banyak berbicara, apalagi jika yang kita bicarakan tidak menghiburkan orang lain. Ada saatnya kita tidak perlu bicara dalam saat-saat duka, cukup berdiam diri, mendengar dan menangis bersama. Kata pertama dari konseling adalah mendengar, mungkin dengan mendengar saja pun, kita sudah menolong sebanyak 50%.
Dengan berdiam diri mereka telah menyatakan sesuatu lebih dari apa yang dapat diungkapkan dengan kata-kata.Kehadiran adalah kesediaan menderita bersama.Hadir untuk menderita adalah pelayanan kasih tanpa kata dan pelayanan demikian punya makna tersendiri.
·         Iblis
Setan- Iblis- si Penggoda-Pendakwa kerjanya mendakwa manusia di hadapan Allah dan mencobai manusia di bumi. Iblis mendakwa,mencela  dan menantang Allah (Ayub 1 dan 2).Iblis diizinkan mencobai Ayub.
Iblis adalah lawan Allah yang harus tunduk pada kuasa dan aturan serta batasan yang Allah tentukan, sama seperti seekor binatang buas yang terantai.

·         Tuduhan Iblis tentang keagamaan Ayub
Bandingkan dengan pendapat psikologi agama yaitu agama ekstrinsik dan agama intrinsik.Ekstrinsik ( agama digunakan untuk tujuan lain), misalnya status sosial, agar rasa cemas berkurang dan keuntungan yang berpusat pada diri. Iblis mendakwa Ayub hanya akan setia jika ia secara status sosial terjamin dan akan berubah setia jika sebaliknya.Intrinsik (menghayati dan fokus serta tertuju kepada Allah)

Pertanyaan bagi kita :
  • Mengapa kita menyembah dan melayani Allah?
  • Apakah agar kita menerima sesuatu?
  • Atau karena iman berdasarkan persekutuan sejati dengan Allah yaitu demi Allah sendiri?


Refleksi
Dari Ayub pasal 1 dan 2, paling tidak kita belajar hal berikut: 
  1. Menolak pandangan  yang menyatakan bahwa semua penderitaan adalah akibat dosa. 
  2. Orang saleh, jujur, takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan diakui Allah sebagai hambaNya  bisa saja mengalami penderitaan tanpa alasan yang kita ketahui dengan jelas.
  3. Tanpa sepengetahuan seseorang, ia dapat menjadi alat Allah demi tujuan Allah. Penderitaan menjadi berarti karena kaitannya dengan tujuan Allah bagi dunia ini. Dalam penderitaan Ayub, Allah sedang mengerjakan tujuan-tujuan kasih karuniaNya. Ketika kita mengalami penderitaan, biarlah itu menjadi pengakuan akan kedaulatan Allah. Penderitaan yang Allah izinkan, tidak pernah terjadi tanpa tujuan, ia mengerjakan kasih karuniaNya atas hidup kita.
  4. Menghayati  dan mengakui kedaulatan Allah.



SOLIDEO GLORIA

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...