Minggu, 05 Maret 2017

KOMUNITAS

(Kotbah dalam Mimbar Bina Alumni, Jumat 23 Januari 2015, yang dibawakan oleh Laksana Umanda Sitanggang, MT)


Dalam sebuah survey sederhana yang dilakukan pada saat ibadah MBA, di dapat ternyata sebagian besar alumni mengalami tingkat kesepian yang moderate (moderate loneliness). Mengapa kita bicara soal kesepian sebelum memulai bicara tentang komunitas. Kesepian merupakan lawan dari komunitas. Kalau kita memahami mengenai kesepian maka kita akan memahami mengenai komunitas. Kesendirian tidak sama dengan kesepian. Tetapi orang yang kesepian pasti selalu merasa sendiran.


Jika kita melakukan penelusuran melalui mesin pencari Googlemengenai kesepian, maka kita akan menemukan banyak kutipan mengenai kesepian – seperti “Lonely is not being alone, it’s the feeling that no one cares”, “I am not alone but lonely”, “I stopped talking about how I felt because I knew no one cared anymore.”Mengapa rupanya dengan kesepian itu?


Kalau kita merasa (sangat) kesepian itu berdampak sama dengan merokok 15 batang/hari atau pecandu alcohol. Kesepian juga disamakan dengan dua kali lebih berbahaya dari pada obesitas, memacu penyakit kronis, mengalami pengerasan arteri, juga memicu tekanan darah tinggi, pembengkakan tubuh, berdampak terhadap penurunan pendengaran, mengurangi kualitas tidur, sistem kekebalan tubuh cenderung fokus menyerang bakteri sehingga lebih rentan terhadap serangan virus, hiperreaktif pada perilaku buruk orang lain sehingga menjadi lebih kesepian, bahkan memicu kematian lebih cepat.


Seorang psychiatrist, Jean Rosenbaum, mengatakan bahwa kesepian merupakan pembunuh nomor 1 di Amerika untuk mereka yang meninggal antara usia 20-37 tahun. Ia juga menyatakan bahwa 94% masyarakat menderita kesepian yang kronis. Kesepian menjadi penyakit yang kronis. Mother Theresa juga menyatakan bahwa penyakit paling buruk di dunia bukanlah penyakit kusta atau kanker, tetapi perasaan tidak dikasihi dan kesendirian. Toffler juga menyatakan bahwa ada wabah kesepian. Kesendirian tidak hanya menyebabkan orang tidak sehat tetapi juga membuat mereka merasa tidak aman secara fisik dan mental.


Para ahli mengatakan bahwa kesepian disebabkan oleh beberapa faktor. Bisa disebabkan oleh usia. Semakin tua maka dia semakin merasa kesepian karena ditinggal oleh aanak-anak yang sudah mulai madiri. Kesepian juga bisa disebabkan karena kehilangan orang yang kita kasihi. Kesepian juga bisa disebabkan oleh media sosial online, faktor genetik, faktor sosial (pindah tempat, sibuk mengejar kesuksesan, ketidakamanan, dll), faktor psikologis (mudah terluka, trauma masa lalu), penyebab rohani (jika hubungan dengan Tuhan tidak baik, hubungan dengan sesama juga tidak baik kesepian).


Itulah pengetahuan manusia yang terbatas mengenai kesepian. Tetapi Allah pasti tahu lebih banyak tentang kesepian dan dampak negatifnya.


Mari melihat bagian firman Tuhan dari Kejadian 2:18-23.

18 TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 23 Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki."


Dari bagian ini kita bisa melihat bagaimana Allah menjelaskan mengenai kondisi manusia bahwa tidak baik manusia seorang diri saja. Manusia memerlukan teman. Kesepian itu tidak baik. Tidak baik manusia itu seorang diri berarti tidak baik manusia itu tanpa komunitas. Dan hal ini dikatakan Allah di sebuah tempat yang sempurna yang tidak ada dosa, yaitu taman Eden. 


Komunitas yang pertama adalah Adam dan Hawa dalam konteks keluarga. Kalau konteksnya adalah keluarga maka diharapkan keluarga menjadi model bagi komunitas-komunitas yang lain. Diharapkan interaksi yang terjadi dalam komunitas-komunitas yang lain adalah seperti dalam keluarga. Jadi masing-masing anggota saling merasakan kesakitan yang satu kesakitan yang lain, kebahagiaan yang satu menjadi kebahagiaan yang lain, dan juga ada sikap saling menghormati dan saling mengasihi. Ingat, Allah juga berada berada dalam komunitas (Bapa, Anak dan Roh Kudus).


Komunitas adalah skenario Allah. Manusia merasakan kebutuhan akan komunitas. Itulah sebabnya dalam ay 23 dikatakan, “Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Dalam terjemahan lain dikatakan “Then the man said, “At last, here is one of my own kind- bone taken from my bone, and flesh from my flesh.”


Tanpa komunitas manusia itu akan sendiri, tidak ada seseorang yang akan diajak bicara atau berbagi. Dalam PB kita melihat bagaimana Yesus menghabiskan waktu sekitar 2,5 tahun untuk mencari dan membentuk muridnya menjadi komunitas yang sesungguhnya.


Ketika Yesus juga merangkum seluruh isi Alkitab dikatakan, “Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Mat 22:37-38). Semua ini tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya komunitas.


Dalam Pengkotbah 4:9-12 juga dikatakan bahwa, “Berdua lebih baik dari pada seorang diri, karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya! Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas? Dan bilamana seorang dapat dialahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan.” Jadi menurut Pengkotbah dalam komunitas kita menemukan upah, pertolongan, kehangatan dan pertahanan atau kekuatan. Jadi sangat-sangat penting bagi kita berada dalam komunitas.


Brian Hathway mengatakan bahwa sekitar 44% surat dalam PB berbicara tentang hubungan yang satu dengan yang lain atau berbicara tentang ‘saling’. Dalam PB ada 29 jenis saling yang menunjukkan bahwa hal ini sangat penting. Tetapi perlu kita pahami bahwa ‘saling’ itu tidak akan terjadi jika kita sendiri. ‘Saling’ itu menuntut komunitas supaya hal tersebut terjadi.


‘Saling’ apa saja yang terdapat dalam PB? Yaitu saling mengasihi (Yohanes 13:35 – dimana perintah ini muncul 16 kali), mengasihi sebagai saudara (Roma 12:10), mendahului memberi hormat (Roma 12:10), sehati sepikir (Roma 12:16), membangun (Roma 14:19; 1 Tesalonika 5:11), rukun (Roma 15:5), menerima (Roma 15:7), menasehati (Roma 15:14; Kolose 3:16), memperhatikan (1 Korintus 12:25), melayani (Galatia 5:13), bertolong-tolongan (Galatia 6:2), mengampuni (Efesus 4:2, 32; Kolose 3:13), sabar (Efesus 4:2; Kolose 3:13), ramah (Efesus 4:32), berkata-kata dalam Mazmur, kidung pujian (Efesus 5:19), merendahkan diri (Efesus 5:21, 1 Petrus 5:5), menganggap yang lain lebih utama (Filipi 2:3), memperhatikan kepentingan orang lain (Filipis 2:4), mengampuni (Kolose 3:13), mengajar (Kolose 3:16), menghibur (1 Tesalonika 4:18), menasehati (Ibrani 3:13), mendorong dalam kasih dan perbuatan baik (Ibrani 10:24), memberi tumpangan (1 Petrus 4:9), menggunakan karunia yang diberikan Allah (1 Petrus 4:10), merendahkan diri (1 Petrus 5:5), mendoakan (Yakobus 5:16), mengakui kesalahan (Yakobus 5:16), anggota (Roma 12:5; Efesus 4:25). 


Semua ‘saling’ ini tidak akan pernah muncul jika kita tidak berada dalam komunitas. Dengan melakukan ‘saling’ ini maka kita bisa bertumbuh, bersaksi (di mana dengan demikian orang mengetahui bahwa kita murid Yesus), melayani, dan melaksanakan perintah utama – mengasihi orang lain seperti diri sendiri.


Jika kita melihat kondisi ‘saling’ pada jemaat mula-mula, maka kita akan melihat bagaimana mereka sangat hidup dalam komunitas. Dalam Kis 2:41-46 dikatakan, “41 Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. 42 Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. 43 Maka ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. 44 Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, 45 dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing. 46 Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati.” Kita rindu bisa hidup seperti jemaat mula-mula yang hidup mereka menerapkan ‘saling’ tersebut karena mereka menyadari bahwa mereka hidup dalam komunitas.


Dalam Ibrani 10:24 dikatakan, “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” Agar bisa melakukan ‘saling’ ini ada nasihat dalam ay 25, “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” Jadi ‘saling’ itu bisa terjadi jika relasi kita dengan Tuhan maupun dengan sesama terjalin dengan baik.


Bagaimana kondisi ‘saling’ pada saat ini? Seorang tokoh pernah mengatakan bahwa banyak gereja pada saat ini kuat dalam pengajaran tetapi lemah dalam persekutuan. Pengajaran yang baik bukanlah pengganti untuk persekutuan. Dua hal ini (pengajaran dan persekutuan) sama-sama penting. Kita pasti melihat bagaimana bahwa persekutuan (komunitas) di gereja sangat lemah. 


Bagaimana sikap kita? Jangan terjebak dalam hal ini. Mari meningkatkan hidup yang ‘saling’ dalam sebuah komunitas yang baik. Jangan sampai kita bertumbuh dalam pengajaran tetapi lemah dalam persekutuan (komunitas). Mari terlibat aktif dalam Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), dan juga aktif dipelayanan. Jangan sampai tidak terikat secara organisatoris/struktural dalam suatu komunitas, jangan hanya volunteer. Alasan terlalu sibuk bukanlah alasan bagi manusia itu untuk hidup di luar komunitas. Komunitas bukanlah untuk kepentingan pelayanan tetapi juga demi kepentingan kita sendiri agar tidak terjatuh dalam kondisi kesepian.


Solideo Gloria!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...