Oleh : Ir. Benget Manahan Silitonga
Membersihkan dan merawat tempat Berpijak
Berbicara tentang bhineka, pancasila sering kali kita berbicara soal posisi dan psosisi yang kita ambil itu adalah defensif. Istilah-istilah yang sering kita dengar adalah soal mayoritas, minoritas, agama besar, agama kecil. Berbicara keindonesiaan, kebhinekaan kita diajak diberi suguhan-suguhan yang sangat politis, elitis seolah-olah hal itu jauh sekali. Karena itu saya memberi judul membersihkan dan merawat kita berpijak.
Dasar Berpijak
Kebhinekaan atau Perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada satu pun yang 100 persen sama di dunia ini (fisik, non fisik (pikiran)). Berbicara tentang kebinekaan adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak, pasti ada perbedaan. Setiap asal suku bangsa itu berangkat dari satu titik yang membuat kita tumbuh, bukan tiba-tiba muncul ke permukaan, karena itu patutlah kebhinekaan itu menjadi dasar berpijak.
Kita diciptakan segambar dengan Allah (imago dei), kita semua diciptakan berbeda secara fisik, ini adalah sebuah maha kreasi Allah sebagai pencipta. Perbedaan itu harus dilihat sebagai anugerah dan berkat Tuhan. Karena dasar berpijak itu kita juga mempunyai kearifan lokal masing-masing. Nilai-nilai Kearifan lokal hidup dan bisa ditemukan dalam beragam tradisi, kebudayaan, dan tatanan masyarakat adat :Kesetaraan, toleransi, dan solidaritas. Di tahun-tahun 1980, ketiga hal ini masih sangat baik di lingkungan masyarakat, dalam tiap perayaan agama apapun, masih ada kunjungan antar keluarga yang berbeda keyakinan. Hal ini mulai menurun pada saat ini. Kebhinekaan/Tempat berpijak yang alami ini sebenarnya sudah diberi resep untuk mengelolanya dengan 3 praktek diatas. Nilai-nilai kearifan lokal itulah yang kemudian diintisarikan oleh Soekarno menjadi Pancasila.
Dimana Kita Sekarang/Apa yang Terjadi saat ini
Apakah Kebinekaan dan Persatuan Indonesia sungguh benar-benar terancam/kritis? Apakah hanya di media sosial berkonflik, atau di dunia nyata juga terjadi konflik? Fenomena2 sosial yang terjadi saat ini pasti mempengaruhi kita, membuat kita was-was dengan kebhinekaan.
Apakah pihak/gerakan Radikalisme yang mengancam Kebinekaan/Persatuan Indonesia sudah begitu dominan/mengkhawatirkan?? Apakah jika pemerintah akan membekukan ormas adalah sebagai bentuk kegentingan ancaman kebhinekaan?
Deskripsi berbasis Riset
Hasil survei opini publik terkini yang dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), 4/6/2017 menemukan bahwa,
1. Dari 66,4% responden yang tahu ISIS (negara Islam Irak dan Syiria), 89,6% menyatakan tidak atau sangat tidak setuju dengan perjuangan mereka. Bahkan 91,3% di antaranya mendukung negara melakukan pelarangan.
2. Bahwa 9 dari 10 (89,3%) rakyat Indonesia menganggap ISIS adalah ancaman pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 92,9% menyatakan ISIS tidak boleh hidup di Indonesia.
3. Bagaimana dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga memiliki gagasan dan perjuangan mirip dengan ISIS? Dari 28,2% warga yang tahu, 56,7% mengetahui HTI memperjuangkan gagasan khilafah, 68,8% warga menyatakan menolak perjuangan mereka. Sementara dari 75,4% yang tahu niat pemerintah membubarkan HTI, 78,4% menyetujuinya.
4. Sikap umum masyarakat Indonesia (99%) yang bangga sebagai warga negara Republik Indonesia. Ketika ditanya apakah bersedia menjadi relawan penjaga NKRI, 84,5% menyatakan bersedia dan sangat bersedia.
5. Dukungan pada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 nampak masih sangat solid dalam temuan ini, yakni 79,3%.
Apakah kita Puas? Jangan dulu !!
Survey SMRC tersebut juga menemukan ada 9,2%(sekitar 20 juta) rakyat yang menganggap bahwa bentuk NKRI perlu diganti menjadi negara Islam atau khilafah yang bersandar pada al-Qur’an, hadits dan pendapat ulama tertentu.
Survei ini juga menemukan 14,5% warga menganggap Indonesia sekarang ini melemah dan karenanya berada dalam ancaman besar. 89,3% di antaranya menganggap hal itu adalah masalah yang sangat serius. Bahkan 75% (10% dari total populasi nasional) di antaranya menganggap Indonesia akan terjerumus dalam perang saudara.
Tentu data ini bisa diperdebatkan.
Apa Penyebabnya?
I. Indonesia menghadapi ancaman fundamentalisme
Masalahnya bukan horizontal, bukan pada rakyat, tapi pada relasi antara warga dengan Negara.Walau kita telah masuk pada ikdalam iklim demokrasi, relasi ini antara pemerintah,DPR dan rakyat masih belum baik. Rakyat masih belum puas dengan kinerja pemerintah sehingga pelariannya ke kekuatan fundamental agama. Yang kedua terjadi tranksaksi dalam fundamentalitas pasar, hak suara ada harganya. Karena itu kalau orang sudah berfikir fundamentalis agama dan fundamentalisme akan melakukan apa yang menguntungkan di pihaknya.
2. Politisasi Agama dan Agamanisasi Politik
Politisasi Agama,Keyakinan dan kredo keagamaan dijadikan pilihan-pilihan, keputusan atau ideologi politik
Agamanisasi Politik,fakta, pilihan-pilihan atau ideologi Politik (Profan) yang profane (sementara), dijadikan sebagai masalah dan keyakinan agama dogmatik, yang bersifat sufi. Keyakinan politiknya itu diagamakan. Istilah minoritas dan mayoritas sebenarnya tidak ada dalam nomenklatur tata Negara, istilah2 itu adalah fakta2 politis yang dijadikan keyakinan agama; “karena kami lebih banyak, pasti kami menang”.
3. Sentimen Negatif Kedigdayaan Teknologi (Sosial Media). Teknologi sosial media juga mengubah gaya hidup kita
Apa yang bisa dilakukan?
MEMBERSIHKAN DAN MERAWAT TEMPAT BERPIJAK KITA!!
1. Mendoakan dan Mengusahakan Pemerintah yang Melindungi dan Mensejahterakan semua warga negaranya dengan Adil.
Perlu juga ada forum-forum bertemu/bertukar pikiran tentang tantangan yang mereka hadapi, memberi kekuatan, mempersiapkan kita,adek-adek, ketika nanti ditempatkan melakukan tugas-tugas pemerintahan, mungkin dapat memperbaiki apa yang terjadi, juga penting untuk mengawal, mengkritisi dan memberi saran2 yang konstruktif untuk perbaikan pelayanan
2. Memproduksi Kebaikan
I Timotius 4;12b ;Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmudan dalam kesucianmu”.Agar bisa MEMPRODUKSI KEBAIKAN, kita haruslah keluar dari KEMINDERAN MINORITAS. Karena memproduksi kebaikanlah maka orang-orang diperhitungkan dan mempengaruhi Negara. Kita harus memiliki misi propetik yang terdiri dari tiga unsur:
- 1. Misi Liberasi yang berarti kita mengemban amanah untuk membebaskan bangsa ini dari keterpurukan ekonomi, sosial, budaya, dan aspek lainnya. Di bidang ekonomi, kita dituntut untuk terus mengasah kreativitas hingga mampu menghasilkan solusi tepat bagi masyarakat kita hingga tercipta perekonomian yang mandiri. Selain itu, kita juga wajib memupuk nasionalisme ke-Indonesiaa hingga mampu menyaring segala jenis informasi dan menyerap kebudayaan yang berpotensi merusak Dasar Berpijak Kita.
- 2. Misi Humanisasi yakni kita mampu menanamkan rasa kemanusiaan di tengah-tengah kekerasan dan kemajemukan bangsa Indonesia. Kita harus memiliki empati pada rakyat, sensitif atas permasalahan yang terjadi, dan berperilaku manusiawi. Hal tersebut sangat jarang ditemukan saat ini. Kita tidak lagi mengenal dan bertegur sapa dengan tetangga. Kita tak lagi menjadikan RW, Lingkungan, Desa, sebagai Rumah Paguyupan Bersama. Pejabat negara yang belum menunjukkan kinerjanya malah terlebih dahulu menuntut kenaikan gaji. Padahal rakyat masih menjerit-jerit oleh keterpurukan ekonomi. Sungguh tidak manusiawi.
- 3. Misi Transendensiyakni kita harus memiliki nilai-nilai luhur dalam menjalankan kewajibannya. Kesucian niat merupakan kunci utama dalam merealisasikannya. Tekad dalam mengabdi harus dijaga dengan kesucian hati hingga terwujud satu perbuatan yang mulia dan bermanfaat bagi sesama. Dalam hal ini,kita harus siap setia dan tekun mengerahkan idealisme melawan kondisi riil yang terjadi di negara saat ini. Bukan rahasia, banyak diantara kita yang menggadaikan idealisme malah tergiur dengan harta dan kekuasaan saat dirayu oleh sebuah kepentingan individu atau kelompok.
Supaya peran Liberasi, Humanisasi, dan Transendensi itu optimal bergaul, berbaur, belajar, dan bahkan bersekutulah dengan orang lintas SARA .
Sebab dengan itulah kita bisa mengkonsolidasikan potensi dan kekuatan untuk senantiasa merawat dan membersihkan Tempat Berpijak kita.
Dengan bersekutu bersama orang lintas SARA, kita bisa mengorganisir kebaikan .Dengan bersekutu kita bisa belajar tentang perbedaan dan persatuan.