Jumat, 02 Juni 2017

CONTENTMENT IN GOD

Oleh : Dra Adelina Sitepu



2 Timotius 3:1-4

Ditengah-tengah tantangan zaman yang berat kita dihadapi, tidak mudah untuk hidup dalam kesederhanan. Tapi itulah yang harusnya kita jalani, karena kita hidup untuk melakukan keinginan Tuhan. Jika ditanyakan bagi beberapa orang, bagaimana pandangan hidup sederhana, mungkin masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda. Didalam firman Tuhan, secara rinci dan secara detail tidak ditemukan bagaimana hidup sederhana itu. Tapi firman Tuhan memberitahukan dan mengajarkan kita menjalani hidup supaya menjadi bijksana.

Apa itu sederhana?

Menurut KBBI hidup sederhana berarti hidup yang bersahaja, tidak berlebih-lebihan, hidup secukupnya, hidup sesuai dengan kebutuhan. Kita mungkin mampu membeli barang seharga 10 juta, misalnya ponsel, tapi kita bisa tidak membeli barang dengan harga semahal itu, karena dengan ponsel seharga 3 juta sudah memenuhi kebutuhan kita. Jika kita memutuskan membeli sesuatu karena memang kita membutuhkannya, tentu tidak salah. Karena itu hidup sederhana tidak berarti harus hidup miskin. Tapi kita harus membeli barang yang sesui dengan kebutuhan. Ditengah zaman yang penuh godaan, banyak tantangan, kita bisa saja tergiur untuk tidak lagi hidup sederhana Banyaknya iklan-iklan yang menawarkan kita untuk membeli barang-barang mewah. Paulus pernah mengingatkan ini tentang materialisme dan hedonisme. Mari kita membaca dari 2 Timotius 3:1-4

Materialisme dan hedonisme yang akan kita renungkan dalam bagian ini sehubungan dengan kesederhanaan. Pada zaman masa lalu hal ini telah terjadi. Paulus mengatakan, pada “hari-hari terakhir” yaitu ketika Kristus akan datang untuk kedua kalinya yang kita tidak tahu kapan pastinya, akan datang masa yang sukar. Apa yang terjadi? Ada beberapa hal yang terjadi: 

· Manusia akan mencintai dirinya sendiri, 

· Menjadi hamba uang, 

· Tidak dapat mengekang diri, 

· Tidak perduli dengan orang lain, 

· Lebih menuruti hawa nafsu, 

· Tidak perduli dengan Allah.

Kalimat Paulus tidak hanya berhenti disini. Tapi apa yang ia katakan pada Timotius? Ayat 5b, “jauhi lah mereka itu”, Timotius didorong untuk menjauhi mereka. Ayat 14, dalam pasal yang sama mengatakan “tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu”. Ingatlah dari kecil kita sudah berpegang pada kitab suci. Ingat kitab suci yang dapat memberi hikmat dan menuntun kita kepada iman oleh Yesus Kristus”. Maka ketika ada godaan, apa yang menguatkan kita? Jauhi, ingat Firman Tuhan, ada kitab suci yang menuntun kita pada kebenaran. Timotius juga diberi perintah bukan hanya untuk bertahan supaya tidak tergoda dengan itu, tapi 2 Tim 4: 2, “beritakanlah firman, siap sedialah , baik atau tidak baik waktunya, tegorlah dan nasehatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran“. Orang-orang seperti itu harus ditegur karena hidup seperti itu dan dinasehati dengan segala kesabaran.

2 Tim 4:5, “Tetapi Kuasailah dirimu dalam segala hal…. dan tunaikan tugas pelayananmu”. Sebagai alumni kita harus belajar menguasai diri dengan keinginan-keinginan kita yang banyak. Sehingga tidak lagi hidup didalam kebenaran firman Tuhan. Tegurlah kalau ada yang kita lihat salah, walaupun tidak mudah menegur orang, tapi kita tetap harus menegur dengan kesabaran.

Apa sebenarnya yang membuat kita menjadi orang yang mengejar materi dan hamba uang? Kita bisa saja mendaftarkan beberapa hal. Tapi saat ini kita hanya membatasi pada point-point dibawah ini :
1. Kita bisa tergoda menjadi orang yg khawatir, khawatir dengan masa depan kita. Mari membuka Matius 6:25-34. Kita sering terjebak kepada hal-hal dimana kita menerapkan standar hidup yang duniawi. Itulah yang banyak diterapkan orang menjadi standar hidupnya. berdasarkan apa yang dia pakai, punya, makan, minum . Kalau hal-hal ini yang menjadi standar hidup kita pantaslah kita khawatir, karena kita memakai standar duniawi, bukan standar hidup Allah. Ada kekuatiran untuk memiliki harta di masa tua, bahkan takut untuk keluar dari pekerjaan dan rela melakukan apapun demi uang. Kuatir dengan penilaian orang, seolah-olah keberhasilan kita ditentukan dengan apa yang kita miliki..Jika kita menggantungkan hidup kita pada materi, kita tentu akan kawatir. Karena itu jangan memakai standar ini.

2. Jangan salah prioritas hidup. Yang kita kejar adalah hal-hal yang sementara, karena itu Yesus mengatakan “janganlah kamu khawatir”(31), “semua hal itu dicari oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu” (32). Jika ini menjadi tujuan hidup kita,dimanakah iman kita? Bukankah hidup kita adalah milik Tuhan dan Allah kita sanggup untuk memenuhi kebutuhan kita, karena itu kenapa kita menjadi materilialistis?. Tuhan Yesus berkata, “Cari dahulu kerjaaan Allah dan kebenaranNya, maka semua itu akan ditambahkan kepadamu”. Jika kita kuatir tentu wajar, tapi jangan menjadi khawatir secara berlebihan.

3. Prestise
Orang yang hidup dalam duniawi selalu mengukur kesuksesan dengan hal duniawi. Kesuksesan diukur dari materi. Selalu melihat orang dari apa yang mereka miliki. Terkadang kita menghargai dan menghormati seseorang dari apa yang dia miliki. 

4. Ambisius
Kita tidak menyadari ada dorongan terus menerus untuk mengumpulkan harta. Orang bisa menjadi ambisisus karena dia pernah memiliki pengalaman dengan kemiskinan, kesulitan untuk makan dan bersekolah. Kemiskinannnya telah menjadi cercaan orang, dan itu membuatnya tidak siap. Dia marah pada orang yang telah menghinanya. Karena dorongan itu bisa membuat seseorang menjadi ambisisus. Tapi ada juga orang yang telah hidup atau lahir dari keluarga yg berkecukupan, juga ambisius, mungkin untuk mendapat pujian, kehormatan, sehingga ambisius mengejar harta. 

5. Hedonisme
Pola hidup hedon: Melakukan banyak hal yang membuat senang, tidak pernah perduli apakah itu dosa atau tidak. Setiap orang dari umur berapapun, bisa tergoda untuk mengejar kesenangan.
  • Tren, tidak bisa berbeda dengan zaman. Apakah kita selalu harus mengikuti zaman yang berubah? Demi mengikuti tren, kita berubah menjadi hedon.
  • Kegelisahan dan perasaan kekosongan.Banyak orang pulang dari bekerja tidak langsung pulang kerumah. Banyak orang pulang bekerja menghabiskan sisa waktunya ke cafe, nonton ke bioskop. Ada sesuatu yang menggelisahkan dalam dirinya, kekosongan dalam dirinya yang membuat hidup menjadi hedonis. Jadi hati-hati kalau ada sesuatu yang gelisah dan kosong dalam hidup kita. Jangan melarikan diri dari masalah, takut menghadapi masalah, lalu mengatasinya dengan hidup hedon.
  • Besar pasak dari tiang. Pola hidup hedon membuat banyak pengeluaran. Akibatnya kita sulit memberi persembahan, sulit membantu orang lain, sulit membantu pelayanan. Ini fakta yang cukup mengejutkan, karena kita bisa tanpa pikir panjang dapat mengeluarkan uang untuk nonton, membeli pakaian baru dll, tetapi sulit untuk membantu hal-hal yang lebih berguna. Pemakaian kartu kredit juga dapat membuat kita terjebak dengan hutang yang banyak, jika kita tidak bijaksana menggunakannya.
  • Hedon adalah manajemen hidup yang gaggal dan tidak bertanggung jawab, karena apa yang kita punya bukan milik kita, itu milik Tuhan. Karena itu kita harus mengeloanya dengan baik.

Apa pandangan alkitab tentang uang?

Menjadi kaya tidak salah, uang juga tidak salah, ada banyak tokoh di alkitab adalah orang yang sangat kaya dan diberkati oleh Tuhan. Mari kita membaca Ayub 1:1-3. Ayub disini memiliki hidup yang “sempurna”, memiliki anak laki-laki, perempuan, memiliki harta. Dia adalah orang terkaya dari semua orang di sebelah Timur. Ayub ini seorang yang saleh, jujur, takut akan Allah. Cara Ayub mendapatkan kekayaan, berarti dengan cara yang benar, bukan dengan menindas, tidak korupsi, dia tidak melakukan kejahatan. Dimana kita bisa menemukan orang-orang seperti ini? Orang kaya seperti Ayub bisa diberkati Tuhan dengan cara-cara yang saleh dan jujur. 

Apa yang salah dengan uang? Mencintai uang dan menjadikan uang sebagai Tuan didalam hidup kita, itulah yang salah. Mari kita baca Matius 6:19-24. Jangan menjadi hamba atau abdi uang, kita harus memilih mengabdi kepada Tuhan atau kepada mammon. Sikap materialistis bisa melahirkan banyak tindakan kejahatan, seperti korupsi, pemerasan terhadap orang yang tidak berdaya, menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. “Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang, sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”(1 Tim 6:10). Mari kita evaluasi, siapa yang kita cintai sekarang ini, apakah yang kita cari didalam dunia ini, apa yang kita upayakan dalam pekerjaan kita masing-masing, apakah uang telah menjadi tuan dalam hidup kita?

Bagaimana membangun sikap yang benar terhadap kekayaan? Mari kita baca 1 Tim 6:17-19. Ternyata ada sisi negatif dari kekayaan, yaitu “peringatkan orang-orang kaya agar tidak tinggi hati,jangan berharap pada hal yang tak tentu seperti kekayaan”(ayat 17). Ketika kita menikmati berkat dari Tuhan, kita bisa saja lupa siapa Tuhan yang telah memberikan berkat itu. Jika kita menjadi kaya, berbuat baiklah, suka berbagi (ayat 18), tidak pelit. Ketika kita berpenghasilan kecil mungkin lebih mudah memberi persepuluhan, tetapi ketika kita memiliki penghasilan puluhan juta apakah kita tetap bisa setia memberi persepuluhan kita? Karena itu tetaplah berbuat baik dan berbagi pada orang lain, untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Bagaimana membangun hidup sederhana dan tidak menjadi hedon dan materialis?
  • Puas dan bersyukurlah atas apa yang kita punya. Biasanya kita melihat kepada apa yang sudah dimiliki orang lain dan apa yang tidak kita miliki, sehingga kita sulit bersyukur. Kita harus melihat berkat-berkat Tuhan baik berkat materi maupun non materi yang kita miliki (seperti memiliki kesehatan, bisa hidup bahagia, diberi kesempatan untuk melayani).
  • Puaslah dengan apa yang kita punya. Bukan membuat kita berhenti bekerja keras meningkatkan taraf hidup kita. Tapi ada usaha meningkatkan taraf hidup kita supaya bisa berbagi dengan orang-orang disekitar kita. Sehingga kita bisa menjadi berkat buat sekeliling kita. Kita puas bukan karena bekerja keras, puas dengan apa yang Tuhan anugerahkan dengan hidup kita. Sadarilah uang hanya alat. Ada hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang seperti tidur nyenyak. Uang tidak bisa memberi ketenangan dan kenyamanan, nama baik. Jangan mengira kalau kita memiliki uang banyak, kita akan memiliki nama baik, Amsal 15 :16 “Lebih baik sedikit barang dengan disertai rasa takut akan Tuhan daripada banyak harta disertai dengan kecemasan”. Kekayaan bisa menimbulkan banyak kecemasan. Amsal 22:1 “Nama baik lebih berharga daripada kekayaan kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas”. Bukan karena kita kaya, kita dikasihi orang. Orang-orang sederhana bisa sangat dikasihi karena dia telah menjadi berkat bagi orang. Maka dikasihilah orang jika telah menjadi berkat bagi orang lain.
  • Jangan suka iri terhadap kekayaan orang lain atau mengingini milik sesama. Kita bisa iri melihat orang lain lebih kaya dari kita. Amsal 14:30 “hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”.
  • Belilah sesuatu berdasarkan kebutuhan bukan untuk keinginan, kehormatan, pujian atau pencitraan. Jika Tuhan memberi kita berkat yang lebih, itu bukan supaya kita membeli lebih banyak, tapi supaya memberi lebih banyak, Uang harus dipertanggungjawabkan dan dikelola dengan baik (Matius 25:14-30). Manusia pengelola, Allah adalah pemilik, perencanaan keuangan adalah alkitabiah untuk terlepas dari kilah materilalisme dan hedonis. Jangan besar pasak dari tiang.
  • Jangan menjadi serupa dengan dunia ini (Roma 12:2). Banyak yang ditawarkan oleh dunia, tetapi orang percaya harus berhenti untuk menjadi serupa dengan dunia.

Selamat berjuang untuk tetap hidup sederhana.


SOLIDEO GLORIA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...