Lidah
dalam relasi seorang pengajar atau guru
Seorang
guru akan dihakimi dengan ukuran yang lebih berat (ay 1).Kenapa? Karena semua
orang bersalah dalam banyak hal, khususnya dalam perkataan (ay 2a). Sebagai
seorang guru pastilah lebih banyak berbicara (yang akan mempengaruhi banyak
orang), sehingga berpotensi lebih banyak salah dalam perkataan maka adalah
wajar apabila dihakimi lebih berat (bd. Lk 20: 46-47). Karena itu kita harus
melatih diri berbicara (ekonomi berkata-kata), cepat mendengar, lambat
berkata-kata. Orang-orang Farisi dan ahli taurat pintar dalam mengajar tetapi
hidupnya tidak melakukan firman Tuhan.
\
Orang yang tidak bersalah
dalam perkataan adalah sempurna, karena mereka yang mampu mengendalikan
perkataan atau lidahnya maka dia telah mengendalikan seluruh tubuhnya (ay 2b).
Artinya tidak ada orang yang sempurna, setiap orang pastilah pernah salah
berbicara. Kata-kata yang tulus dan dengan niat baikpun bisa disalah mengerti,
jika waktu dan tempat untuk berbicara tidak tepat.
Ayat 3-6, ada 3 metafora
menggambarkan kuasa lidah:
· Kekang pada mulut kuda -
Membuat ia menuruti kehendak tuannya sehingga seluruh tubuh kuda dapat
dikendalikan (ay 3)
Kemudi kapal - Meskipun kecil tetapi dapat mengendalikan sebuah kapal
yang besar menurut kehendak juru kemudi (ay 4). Meskipun lidah salah satu bagian kecil dari tubuh, namun dapat · memegahkan perkara besar (ay
5a) - ’small part of the body, but it makes great boasts’.
· Api - Sekecil apapun, api akan dapat membakar hutan yang besar (ay 5b).
Lidah juga adalah api yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda
kehidupan manusia, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka (ay 6) lih. Yoh
8: 44.
Tidak seorangpun berkuasa menjinakkan lidah (ay 7-8), meskipun semua
jenis binatang telah ditaklukkan oleh manusia. Lidah itu buas, tak terkuasai
dan penuh racun yang mematikan (ay 8). Talkless, do more; Integrity in the
way of speaking (truth). Lidah itu
kecil tapi bisa berkuasa dalam perkataan. Karena itu kita perlu mengevaluasi
diri kita masing-masing, berapa banyak perkataan kita menyakiti orang lain?
Lidah kita tidak bisa dikendalikan,kita harus melatih diri menahan berbicara
lebih banyak, secara khusus bagi kita yang memiliki sifat sanguin yang suka berbicara,
sering bercanda tanpa menyadari kalau perkataan kita telah menyakiti perasaan
orang lain. Bahkan di media sosial juga sangat banyak orang melukai perasaan
orang lain. Ekonomi dalam berkata-kata berarti kita harus perhatikan kita
berbicara dengan siapa, bagaimana waktu ketika berbicara, tempatnya dan nada
bicara kita. Berbicara dengan pimpinan, bawahan, anak, pasangan harus
diperhatikan supaya kata-kata kita tidak memarginalkan orang lain.
Paradoksal lidah
(ay 9-10)
· Dengan lidah memuji Tuhan, dengan lidah mengutuk manusia yang diciptakan
menurut rupa Allah (ay 9)
· Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk, di mana seharusnya tidak
boleh demikian (ay 10)Kenapa? Tidak ada mata air yang sama (satu) memancarkan
air tawar dan juga air pahit. Mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar
atau sebaliknya (ay 11-12). Kol 4:6 “Hendaklah kata-kataku senantiasa penuh
kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberijawab
kepada setiap orang”.
Hikmat & Perkataan (Lidah)
Orang yang bijak dan berbudi (berhikmat), menunjukkan hal tersebut dengan
perbuatan baik oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan (ay 13) – ’Let
him show it by his good life, by deeds done in the humility that comes from the
wisdom’. Hikmat melahirkan sikap dan kata-kata yang benar. Yak 1:5 “Tetapi
apabila diantara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya
kepada Allah…”. Orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah pastilah ia
tidak berhikmat. Dengan adanya hikmat, kita akan terhindar dari iri hati dan
mementingkan diri sendiri. Jika menaruh perasaan iri hati dan mementingkan diri
sendiri, jangan memegahkan diri dan jangan berdusta melawan kebenaran (ay 14) –
’do not boast about it or deny the truth’. Orang yang iri, sombong,
mementingkan diri sendiri akan menghasilkan kata-kata yang menyakiti. Jangan
pernah bangga atau sombong akan iri hati dan egoisme.
Kenapa? Cara seperti ini bukanlah hikmat yang datang dari atas (Allah),
tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan (ay.15). Iri hati dan egoisme adalah sumber kekacauan dan segala macam perbuatan
jahat (ay 16), termasuk perpecahan (bd. Flp 2: 3-4). Kita harus mendengarkan
perkataannya bukan orang yang berbicara (not the man but the word). Hargai dan
terima orang yang lebih maju, pintar, ekspert dari kita dan jangan egois yang
hanya mau menonjolkan diri karena menganggap lebih mampu padahal mereka lebih
baik dari kita.
Hikmat yang dari atas (Tuhan): Murni, pendamai, peramah, penurut, penuh
belaskasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik (ay 17).
Jika kita berhikmat, kita bisa tertolong dalam hal perkataan yang tepat. Jika
hidup dengan hikmat ilahi maka akan menjadi pencipta/pembawa damai (ay 18) – ’Peacemakers
who sow in peace raise a harvest of righteousness’.
Berapa banyak
perkataan kita yang menimbulkan konflik di keluarga, pekerjaan, lingkungan
kita? Ingatlah sebagai orang yang berhikmat kita harus menjaga lidah kita,
menjadi peace maker supaya terhindar dari perkataan yang merusak, tapi
membangun.S
SOLIDEO GLORIA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar