Jumat, 21 Juli 2017

EKPOSISI KITAB YAKOBUS 3

Oleh : Drs.Tiopan Manihuruk, MTh



Lidah dalam relasi seorang pengajar atau guru


     Seorang guru akan dihakimi dengan ukuran yang lebih berat (ay 1).Kenapa? Karena semua orang bersalah dalam banyak hal, khususnya dalam perkataan (ay 2a). Sebagai seorang guru pastilah lebih banyak berbicara (yang akan mempengaruhi banyak orang), sehingga berpotensi lebih banyak salah dalam perkataan maka adalah wajar apabila dihakimi lebih berat (bd. Lk 20: 46-47). Karena itu kita harus melatih diri berbicara (ekonomi berkata-kata), cepat mendengar, lambat berkata-kata. Orang-orang Farisi dan ahli taurat pintar dalam mengajar tetapi hidupnya tidak melakukan firman Tuhan.
\
Orang yang tidak bersalah dalam perkataan adalah sempurna, karena mereka yang mampu mengendalikan perkataan atau lidahnya maka dia telah mengendalikan seluruh tubuhnya (ay 2b). Artinya tidak ada orang yang sempurna, setiap orang pastilah pernah salah berbicara. Kata-kata yang tulus dan dengan niat baikpun bisa disalah mengerti, jika waktu dan tempat untuk berbicara tidak tepat.

Ayat 3-6, ada 3 metafora menggambarkan kuasa lidah:
· Kekang pada mulut kuda - Membuat ia menuruti kehendak tuannya sehingga seluruh tubuh kuda dapat dikendalikan (ay 3)
Kemudi kapal - Meskipun kecil tetapi dapat mengendalikan sebuah kapal yang besar menurut kehendak juru kemudi (ay 4). Meskipun lidah salah satu bagian kecil dari tubuh, namun dapat · memegahkan perkara besar (ay 5a) - ’small part of the body, but it makes great boasts’.
· Api - Sekecil apapun, api akan dapat membakar hutan yang besar (ay 5b). Lidah juga adalah api yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan manusia, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka (ay 6) lih. Yoh 8: 44.

Tidak seorangpun berkuasa menjinakkan lidah (ay 7-8), meskipun semua jenis binatang telah ditaklukkan oleh manusia. Lidah itu buas, tak terkuasai dan penuh racun yang mematikan (ay 8). Talkless, do more; Integrity in the way of speaking (truth). Lidah itu kecil tapi bisa berkuasa dalam perkataan. Karena itu kita perlu mengevaluasi diri kita masing-masing, berapa banyak perkataan kita menyakiti orang lain? Lidah kita tidak bisa dikendalikan,kita harus melatih diri menahan berbicara lebih banyak, secara khusus bagi kita yang memiliki sifat sanguin yang suka berbicara, sering bercanda tanpa menyadari kalau perkataan kita telah menyakiti perasaan orang lain. Bahkan di media sosial juga sangat banyak orang melukai perasaan orang lain. Ekonomi dalam berkata-kata berarti kita harus perhatikan kita berbicara dengan siapa, bagaimana waktu ketika berbicara, tempatnya dan nada bicara kita. Berbicara dengan pimpinan, bawahan, anak, pasangan harus diperhatikan supaya kata-kata kita tidak memarginalkan orang lain.

Paradoksal lidah (ay 9-10)
· Dengan lidah memuji Tuhan, dengan lidah mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah (ay 9)
· Dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk, di mana seharusnya tidak boleh demikian (ay 10)Kenapa? Tidak ada mata air yang sama (satu) memancarkan air tawar dan juga air pahit. Mata air asin tidak dapat mengeluarkan air tawar atau sebaliknya (ay 11-12). Kol 4:6 “Hendaklah kata-kataku senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberijawab kepada setiap orang”.

Hikmat & Perkataan (Lidah)
Orang yang bijak dan berbudi (berhikmat), menunjukkan hal tersebut dengan perbuatan baik oleh hikmat yang lahir dari kelemahlembutan (ay 13) – ’Let him show it by his good life, by deeds done in the humility that comes from the wisdom’. Hikmat melahirkan sikap dan kata-kata yang benar. Yak 1:5 “Tetapi apabila diantara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah…”. Orang yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah pastilah ia tidak berhikmat. Dengan adanya hikmat, kita akan terhindar dari iri hati dan mementingkan diri sendiri. Jika menaruh perasaan iri hati dan mementingkan diri sendiri, jangan memegahkan diri dan jangan berdusta melawan kebenaran (ay 14) – ’do not boast about it or deny the truth’. Orang yang iri, sombong, mementingkan diri sendiri akan menghasilkan kata-kata yang menyakiti. Jangan pernah bangga atau sombong akan iri hati dan egoisme.

Kenapa? Cara seperti ini bukanlah hikmat yang datang dari atas (Allah), tetapi dari dunia, dari nafsu manusia, dari setan-setan (ay.15). Iri hati dan egoisme adalah sumber kekacauan dan segala macam perbuatan jahat (ay 16), termasuk perpecahan (bd. Flp 2: 3-4). Kita harus mendengarkan perkataannya bukan orang yang berbicara (not the man but the word). Hargai dan terima orang yang lebih maju, pintar, ekspert dari kita dan jangan egois yang hanya mau menonjolkan diri karena menganggap lebih mampu padahal mereka lebih baik dari kita.

Hikmat yang dari atas (Tuhan): Murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belaskasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik (ay 17). Jika kita berhikmat, kita bisa tertolong dalam hal perkataan yang tepat. Jika hidup dengan hikmat ilahi maka akan menjadi pencipta/pembawa damai (ay 18) – ’Peacemakers who sow in peace raise a harvest of righteousness’.


Berapa banyak perkataan kita yang menimbulkan konflik di keluarga, pekerjaan, lingkungan kita? Ingatlah sebagai orang yang berhikmat kita harus menjaga lidah kita, menjadi peace maker supaya terhindar dari perkataan yang merusak, tapi membangun.S


SOLIDEO GLORIA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...