Rabu, 15 Juni 2016

Partisipasi Politik Orang Kristen (Suara Anak Bangsa)

Oleh : Drs.Tiopan Manihuruk, MTh


Setelah penciptaan, Allah memberikan mandat kepada manusia  Kej.1:28 – be cultivated Mandat itu untuk mengeksplorasi bukan mengeksploitasi bumi demi kesejahteraan manusia dan mengelola bumi untuk menjadikannya ‘sorga’ bukan neraka. Demi realisasi mandat tersebut, Allah memberikan seorang penolong bagi manusia (Kej.2:18). Terbentuknya keluarga adalah menghadirkan shalom Allah, kita hadir di tempat kerja juga dalam rangka menghadirkan shalom Allah.Kejatuhan membuat manusia absurd melihat dan menyikapi mandat tersebut dan mereka hidup untuk diri sendiri, bahkan cenderung merusak, tidak mengerti kehendak Allah. Banyak organisasi yang menyuarakan ekologi karena mereka humanis dan akan berbeda jika kita yang melindungi alam karena mengerti mandat Allah. Penebusan dalam Kristus memulihkan manusia sehingga dapat kembali melihat dan mengerjakan mandat ilahi (Ef.2: 10)

Mandat Allah menjawab zaman: Musa dipanggil Tuhan untuk pembebasan Israel dari perbudakan di Mesir (Kel.2-4),Yosua melanjutkan atau menuntaskan kepemimpinan Musa hingga Israel tiba di tanah Kanaan, Yusuf (dipakai Allah untuk memelihara Israel pada masa paceklik), Daniel, Nehemia dipanggil Tuhan untuk berkarya, Yeremia, Yesaya menyuarakan sabda Allah  ketika Israel di pembuangan Babel.

Yesus & Kerajaan Allah (Lk.4:18-19), Ia menyampaikan kabar baik kepada orang miskin ,Bagi bagi orang tawanan,penglihatan bagi yang buta, membebaskan orang tertindas, memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Bagi orang yang miskin rohani kabarkan firman Tuhan, jika ia butuh makanan/pakaian, berikan apa yang mereka perlu. Orang yang tertawan karena dosa, beritakan firman Tuhan, orang yang ditawan haknya/gajinya, perjuangkan haknya.

Yesus dan Politik.Ada 3 lapisan masyarakat pada masa Yesus, yaitu: Saduki kelas sosial atas yang kaya tapi minoritas(pengambil keputusan terpenting di Israel),  Farisi kelas menengah, bersahabat, berwatak urban dan sebagaian berjiwa revolusioner, Am Haaretz (Essena), kelas bawah dari kaum tani, buruh kasar, lumpen proletaria.Kepada kaum Essena Yesus memberikan perhatian-Nya dan merekalah lebih mendukung atau mengikuti Dia .Kekejaman Imperium Romawi mendorong Farisi mendukung aliansi kekuatan antar kelas bawah perkotaan dan kelas bawah pedesaan yang melahirkan kelompok Zealots yang kemudian mencetuskan pemberontakan massa Karena penindasan Imperium Romawi yang semakin keras maka seiring waktu dan secara psikologis menyebabkan lahirnya gerakan ke arah mesianik, yang merindukan datangnya seorang juruselamat (Mesias). Yesus datang menghadirkan Kerajaan Allah dan Dia sendirilah Sang Raja (Zak. 9: 9) dan para pengikut-Nya menyebut Dia sebagai Raja Israel (Yoh. 12: 13).Itulah sebabnya para pemimpin Romawi menganggap Yesus sebagai ancaman dan di bawah kekuasaan politik Pontius Pilatus Dia dihukum mati . Penguasa Romawi salah karena Yesus tidak akan pernah mendirikan kerajaan-Nya di dunia ini (Yoh. 18: 36) dan Yesus mengajarkan agar orang Yahudi taat kepada kekaisaran Romawi (Mt. 22: 15-21).Yesus adalah tokoh spiritual sekaligus tokoh politik yang tanpa kekerasan. Yesus mengajarkan ketaatan atau ketundukan pada pemerintah meskipun pemerintah itu sendiri penindas atau zalim. Oleh karena Yesus tidak berorientasi pada kekuasaan, Dia tidak pernah mendorong pengikut-Nya menggulirkan revolusi sosial .Visi politik Yesus adalah secara damai dan ini kemudian dilanjutkan oleh para Rasul (Rom. 13: 1-7; 1 Ptr. 2: 13-17;  1 Tim. 2: 2; Tit. 3: 1)

Apa essensi Politik?Kekuasaan (power) di mana dengan memegang kekuasaan maka pelbagai kepentingan menjadi mudah. Kekuasaan berarti kemampuan memengaruhi pihak lain agar mengikuti apa yang kita kehendaki).Dengan prinsip ini (kata Rudolf Otto) maka kekuasaan itu memiliki dua wajah: memesona dan mengerikan (tremendum et fascinatum) – antara dicinta dan ditabukan/dibenci. Politik berkaitan erat dengan pembuatan kebijakan (policy making) yang menyangkut hidup orang banyak (public).Karena itu politik selalu berhubungan dengan pemerintahan (polity) atau mencakup negara dan warga negara.  Dalam Politik berlaku: ‘who gets what, when and how?’ (Harold Laswell, 1972)Dengan prinsip ini politik dapat diartikan sebagai ‘the art of possibilities’.Sejatinya tujuan politik adalah common atau public good atau kebaikan bersama atau publik (Badiou & Norberto Bobbio)

Politik Kepemimpinan Otentik.Politik selalu tampil dengan dua wajah yang paradoksal: Epifani ketulusan dan ekspressi buruk rupa; Lambang akal waras dan pantulan sesat pikir.Tarik menarik diantara keduanya menjadi narasi sepanjang sejarah dan fenomena kedua yang acapkali tampil ke muka. Demokrasi sebagai jangkar utama politik yang dianggap merepresentasikan kehendak publik menyelenggarakan pemilu .Pemilu dapat dianggap jadi pintu masuknya wakil rakyat yang dapat mengubah kemustahilan menjadi kemungkinan, mentransformasikan angan-angan khalayak menjadi realita, mengejawantahkan mimpi kebangsaan menjadi bagian dari sejarah keseharian –istilah Bung Karno: Revolusi yang belum selesai . Pemilu melahirkan keterwakilan bukan saja secara fisik, tetapi lebih daripada itu ada visi yang jelas akan masa depan bangsa .Alan Badiou: Dengan kepercayaan (fidelity), pilihan (choice), dan menggerakkan perubahan (change)
3 alasan (minimal) adanya Pemilu :
  • Pemilu menyediakan kesempatan bagi rakyat untuk mengeja-wantahkan mandat institusional langsung. Mandat dengan kedaulatan rakyat penting dalam demokrasi modern, karena demokrasi yang tidak melibatkan rakyat hanyalah sebuah oligarkhi
  • Pemilu membuka kesempatan bagi perubahan politik secara damai melalui proses sirkulasi elite dan atau peneguhan komitmen politik baru. Kemungkinan menghadirkan muka atau kebijakan politik baru melalui pemilu adalah mekanisme membuat perubahan politik tanpa revolusi
  • Pemilu memberi kesempatan kepada rakyat menjadi penentu atas kontestasi, kompetisi dan rivalitas politik serta pilihan nilai yang menentukan nasib mereka hingga pemilu berikutnya. Melalui pemilu rakyat ditempatkan sebagai penentu berbagai pilihan prioritas dan cara terbaik mencapai tujuan kolektif. Pada sisi lain pemilu juga dikaitkan sebagai pendidikan dan komunikasi politik , tapi sayangnya kampanye menjadikan ideology tanpa makna, dan kampanye hanya dijadikan ajang pencitraan.
Substansi Pemilu 2014. Tahun 1999: Mengembalikan kedaulatan rakyat dengan menumbangkan Orde Baru dan militerisme, tahun 2004: Demokrasi yang lebih baik dengan parpol yang dibedakan dari simbol ideologis dan aliran, yaitu nasionalis dan agamis – pilpres I secara langsung , tahun2009: Sama seperti tahun 2004 - simbol ideologis dijual tanpa mencapai tujuan kolektif bangsa. Tema dan simbol ideologis dipermainkan untuk tujuan politik sesaat. Cita-cita reformasi gagal?Pemilu 2014 pemilihan tanda gambar Parpol disandingkan dengan pemilihan caleg dengan suara mayoritas. Ideologi parpol ‘digeser’ oleh kemampuan pencitraan dan daya jual serta money-politic .Pertarungan kaum idealis-nasionalis yang humanis dengan kaum oportunis, fundamentalisme agamis dan politisi sisa penguasa masa lalu dan politisi kotor .Politisasi agama dan simbolnya yang bermuara pada desakralisasi.Tumbangnya partai agamis Kristen yang sebenarnya bukan representasi umat (PDS, PDKB dll).Kepentingan bangsa dikalahkan oleh kehausan akan kekuasaan. Koalisi bukan didasarkan pada visi kebangsaan dan kesejahteraan rakyat, melainkan sebuah pertarungan para elit yang rakus akan kekuasaan dan uang serta demi hegemoni sebuah kelompok atau aliran. Dikotomi antara nasionalis (presiden dan wakil presiden harus kombinasi sipil dan militer) dengan agamis (moderat-fundamentalis).Trend pengusaha jadi penguasa .Ruang pluralisme yang digeser kaum fundamentalis. Lahirnya politisi karbitan dan aji mumpung. Rumah demokrasi akan diisi oleh orang yang tidak tepat (koruptor, preman, kroni, pengusaha dan politisi kotor).

Realita Perpolitikan Indonesia :Kontrak politik didasarkan pada koalisi transaksional bukan dengan platform partai dan agenda negara. Bukankah kepentingan elit politik dan parpol menggeser kepentingan bangsa? Sikap seperti ini akan melahirkan penguasa yang gastrosophic, yang hanya mampu mementingkan diri sendiri demi kelestarian kekuasaan. Selain pemerintahan yang gastrosophic, penguasa yang jahat dan memeras rakyat melalui korupsi juga menjadi pemerintah yang kleptokrasi di mana berpura-pura baik tetapi sebenarnya menyengsarakan rakyatnya. Memang harus diakui bahwa politik adalah seni segala kemungkinan (the art of possibilities).Ideologi bukan lagi menjadi rujukan untuk menciptakan ikatan politik. Ideologi politik dapat diubah sesaat untuk memenuhi kepentingan hasrat. Ideologi sebagai gagasan ideal yang hendak diperjuangankan secara konsisten hanya bernasib bagaikan pakaian yang bisa dipertukarkan sesuai dengan kebutuhan pentas kekuasaan. Ideologi telah sirna karena ideologi tidak lebih hanya berkedudukan sebagai label dagangan politik dalam slogan kampanye dan iklan politik untuk meraih simpati rakyat.Politisi Indonesia lebih bersifat opurtunis yang dibungkus dengan ideologi dan cita-cita. Itulah sebabnya lahir ambiguitas dalam kekuasaan politik. Ketika hasrat berkuasa menguasai sehingga merampok ideologi dan cita-cita politik, peluang yang senantiasa terbuka adalah sebentuk opurtunisme yang mendorong elite politik menjadi perampok kekuasaan.Sosok perampok kekuasaan selalu berhitung dengan realitas di sekitarnya (yang mengitarinya) bukan berjuang dengan memuliakan idealitas yang diyakininya. Maka hal yang wajar terjadi adalah realpolitik membinasakan ideal politik dengan pragmatisme sesaat. Real  politik hanya berhitung pada kekuasaan yang ingin didapatkan sambil dengan aneka tipu daya mematikan idealitas, moralitas, dan prinsip-prinsip humanitas. Sikap seperti ini erat dengan filsafat politik yaitu realisme politik. Kekuasaan dan bahkan menjadi keharusan untuk dijadikan sebagai tujuan utama tindakan politik. Memburu kekuasaan dengan realpolitik telah menjadi nyata bahkan  menjadi banalitas yang dapat mereduksi prinsip etika politik dengan kekerasan dan kebohongan. Koalisi yang sejati hanya akan dilandasi oleh kesesuaian ideologi, visi, misi dan program politik.Jika dengan dasar ini maka dapat disebut koalisi strategis dan para pemilih masih tetap percaya bahwa kekuasaan sebagai organum salutis, sarana keselamatan. Memburu kekuasaan dengan realpolitik telah menjadi nyata bahkan  menjadi banalitas yang dapat mereduksi prinsip etika politik dengan kekerasan dan kebohongan.


Koalisi yang sejati hanya akan dilandasi oleh kesesuaian ideologi, visi, misi dan program politik. Jika dengan dasar ini maka dapat disebut koalisi strategis dan para pemilih masih tetap percaya bahwa kekuasaan sebagai organum salutis, sarana keselamatan. Pada tataran permukaan, politik adalah perebutan kekuasaan, maka ideologi tetap merupakan faktor penjamin komitmen yang menyatukan berbagai partai politik yang berbeda. Koalisi tanpa visi yang berdasarkan kepentingan atau kenikmatan sesaat (epithumia) yang pragmatis hanya akan melahirkan pelacuran politik. 

Perebutan kekuasaan akan menjadi sebuah perselingkuhan saat kepentingan rakyat direduksi menjadi sekedar urusan elit membagi jatah kekuasaan. Maka ketika rakyat tidak mampu menagih janji pasca pemilu, demokrasi akan kehilangan rohnya. Takhta dicari dan diabdi sedangkan rakyat dibiarkan merana. Koalisi dagang sapi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan hanya akan memberikan keuntungan bagi oligarkhi (elit) politik dan mengabaikan kepentingan rakyat, meskipun koalisi ‘digagasi’ selalu atas nama kesejahteraan rakyat.Koalisi ini juga akan mahal harganya karena ancaman mosi tidak percaya di DPR apabila tuntutan mereka yang begitu besar tidak dipatuhi oleh pemerintah, sehingga rentan terhadap praktik politik black-mail (pemerasan). Ketika hal-hal di atas terjadi bukankah banyak orang menjadi masa bodoh, apatis dan hanya mementingkan diri dan kelompoknya? Sebagian anak-anak bangsa mulai merasa apatis dan frustrasi.

Wajah Parlemen Indonesia : Slogan tanpa karya – pembuat dan pengingkar janji. Ramah dan jadi ‘sahabat’ hanya sebelum pemilu, Di DPR mewakili rakyat atau partai? –recalling,Gaji besar + fasilitas mewah, tetapi tidur dan ngobrol tanpa peduli rakyat, Nuansa dan kepentingan politik lebih besar daripada kepentingan rakyat – produk UU & fit and proper test, kebijakan yang dihasilkan oleh parlemen akan menguntungkan mereka.Posisi di parlemen lebih sarat dengan peluang memperkaya diri.Plesiran (bersama keluarga) dengan dalih studi banding atas biaya negara dengan layanan kelas utama. Tingkat kehadiran yang rendah. Gratifikasi dan servis dalam kunker padahal spj sdh diterima. Makelar proyek & pemeras BUMN?

Jenis Parpol Pemilu 2014 : wawasan kebangsaan/nasionalis (PDI-P dan Golkar) dengan semua pecahannya (HANURA, GERINDRA, PKPI). Aliran sosialisme demokrasi: PD, NASDEM, aliran pemikiran politik Islam :P3, PKB, PBB, PAN, PKS, aliran pemikiran politik Kristen  (album kenangan).

Rakyat dan Pemilu 2014 : rakyat APES? - apatis, pesimis dan skeptis, dieksploitasi dan menjadi korban pembodohan dan pembohongan dengan money-politics, janji dan ‘bius’ politik?GOLPUT? – Sejelek apapun partai dan calegnya (DPR, DPRD dan DPD), tetapi keputusan mereka membuat UU dan semua warga negara wajib mematuhi. Kita ikut menentukan mereka yang akan menentukan arah bangsa ini. Minus malum, memilih yang terbaik dari semua yang jelek/buruk. Apa yg dijual parpol dan caleg? Programnya abstrak, penuh dengan nyanyian lama atau kenangan tanpa kenyataan (tidak ada langkah konkrit) – slogan tanpa karya, tebar pesona dengan pencitraan diri yang narsis tanpa karya nyata (track-record yang tidak jelas), penggunaan black-campaign dengan mencari kelemahan pihak lain, bukan menjual program dan kelebihannya.


Partisipasi Politik Umat Allah : yang tidak berpolitik akan menjadi korban politik atau diperalat oleh kepentingan politik orang lain, kita bukan penonton yang budiman, melainkan pemain yang elegan, membangun bangsa adalah tugas dan panggilan semua umat Allah untuk menghadirkan shalom di bumi Indonesia. Apa yang dapat kita lakukan? Berdoa bagi bangsa (1 Tim.2: 1-4; 2 Taw.7:14), terlibat dengan: sosialisasi pemilu dan parpol agar rakyat mengenal partai dengan benar (visi, misi dan tujuan serta kualitas calegnya)-pemilih cerdas, mendorong masyarakat agar tidak apatis atau pesimis dengan pemilu, penyaluran aspirasi dengan mengenali  parpol (plat-form/landasan perjuangan, jenis perahu dan awaknya yang akan ditumpangi) – tidak beli kucing dalam karung. Pilih caleg yang capable, acceptable dan accountable. Sadarilah : Setiap keputusan/pilihan hari ini akan menentukan arah dan gerak bangsa ke depan. DPR dan DPD serta DPRD adalah decision-maker untuk bangsa. Keputusan mereka menentukan arah bangsa hari esok, mempertahankan NKRI berdasarkan UUD’45 dan Pancasila adalah sesuatu yang mutlak‘Fanatisme buta’ bukanlah cara berfikir  yang tepat. Primordialisme dalam menentukan pilihan hanya akan tepat jika hal tersebut tidak mengusik kebangsaan secara nasional. Peran yang lain: beri pendidikan politik kepada rakyat agar mereka tidak tergiring kepada kepentingan sesaat, bangun prinsip nasionalisme dalam masyarakat yang pluralis, ikut menjaga kelangsungan Pemilu yang aman, jujur dan adil, menjadi relawan pemantau Pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...