Matius 5;3-5,8
Khotbah di bukit berisi
daftar paradoks yang mengejutkan, secara khusus dalam 4 hal :
1.
Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, karena merekalah yang
empunya Kerajaan Sorga.
Miskin dihadapan Allah pastilah tidak berbicara tentang uang
disini. Ketika itu ada banyak orang
miskin sehingga orang yang mendengar khotbah Tuhan Yesus pasti terkejut karena
Yesus berkata bukan uang yang membuat berbahagia. Banyak orang berfikir bahwa
hidup yang berbahagia adalah hidup yang memiliki uang berlimpah. Yesus berkata
Kerajaan Allah berawal di dalam diri kita,
ketika kita sampai di akhir dari keakuan dengan menyadari bahwa kita
tidak memiliki apapun yang bisa kita berikan. Kerajaan Allah berawal dari
mengeluarkan semua persediaan yang ada pada kita dan berdiri tanpa menggenggam
apapun, ketika kita tidak memiliki apapun, menurutNya kita justru sedang
melangkah maju. Sebagai alumni, apa yang menjadi kebanggaan kita? Pekerjaan?
Uang? Jika kita masih memilih pasangan hidup dengan melihat apa pekerjaannya,
berarti kita belum mati bagi keakuan kita.
Mari kita membaca Lukas 7:36-39. Simon
seorang pemimpin agama Yahudi mengundang
Yesus ke perjamuan makan dirumahnya.Peraturan pada zaman itu,semua tamu harus
disambut dengan mencium tangannya sebagai tanda ucapan selamat datang, membasuh
kaki atau menyediakan pembasuhan kaki, sebagai budaya penyucian, juga mengurapi
kepala sang tamu dengan minyak untuk tamu yang dihormati, dan Simon tidak
melakukannya. Simon seorang pemimpin, memiliki kuasa, dihormati,mengabaikan
peraturan agamawi. Ketika makan malam sedang berlangsung, seorang perempuan
masuk dan merusak suasana, ia tidak membawa undangan, seorang yang “berdosa”.
Perempuan itu sampai pada akhir dari keakuannya, ia menangis di kaki Tuhan
Yesus, membasahi kakiNya dengan airmata, menyekanya dengan rambutnya, mencium
kakiNya dan meminyakinya dengan minyak wangi.
Bagi Simon dengan posisi puncak yang dimilikinya, kesusilaan adalah
nilai yang sangat penting.Perjamuan makan itu diperuntukkan bagi orang-orang
saleh, sehingga kehadiran perempuan itu benar-benar sebuah aib baginya.
Kita seperti Simon ketika
:
·
Kita mengabaikan penderitaan orang lain
·
Kita menunjukkan sikap saleh setelah sebelumnya marah-marah di
perjalanan menuju ibadah.
·
Kita rela berutang besar-besaran supaya tidak ketinggalan zaman
·
Kita menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial hanya untuk
menunjukkan bahwa hidup kita jauh lebih baik dari orang lain.
2.
Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur
William Barclay mengatakan kata Yunani untuk berdukacita yang digunakan
disini adalah jenis penderitaan yang tidak bisa disembunyikan, bukan sekedar
kesedihan yang membawa rasa sakit dalam hati, tetapi kesedihan yang
mengguyurkan air mata yang tidak dapat ditahan mata
Pesan yang disampaikanNya
berarti bahwa berkat tidak bergantung pada apa yang terjadi di luar, berkat
bersumber dari pada apa yang terjadi di dalam, dan berkat hanya bisa ditemukan
lewat tumpahan air mata
Ketika kita berdukacita,
kita dihibur oleh Allah. “Anda diberkati saat anda merasa telah kehilangan
sesuatu yang paling anda kasihi. Hanya dengan demikian, anda bisa dipeluk oleh
Dia yang paling mengasihi anda”. Jika kita gagal menyadari realitas dosa, tidak
akan ada dukacita, tanpa dukacita tidak akan ada keinsyafan, dan tanpa
keinsyafan kita akan kehilangan berkat terbesar Allah yaitu pengampunan dan kasih karuniaNya.Ketika kita
banyak diampuni, kitapun akan banyak berbuat kasih (Luk 7:47). Kita perlu
mengevaluasi diri, dosa apa yang kita lakukan akhir-akhir ini, siapa yang
terluka karena dosa saya,apakah ada orang lain yang perlu saya sampaikan
permohonan maaf?
3.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki
bumi. Praios (Yunani): lemah lebut, rendah hati
Yesus mengatakan bahwa jalan menuju ke atas adalah dengan bergerak
kebawah.
Mari kita membaca dari
Lukas 18:10-14. Orang Farisi adalah kelompok terhormat, terpelajar,
berpengaruh, komit pada hukum taurat, sedangkan pemungut cukai adalah staf
dinas perpajakan yang membawa teror. Ia tidak saja mengumpulkan pajak untuk
kaisar Romawi, tapi juga diizinkan untuk menggaruk isi dompet orang lebih dalam
lagi. Pemungut cukai adalah pengkhianat bagi bangsanya sekaligus pencuri yang
disahkan. Kedua orang ini berjalan ke bait suci, sepertinya si Farisi mengintip
sedikit di tengah-tengah doanya dan menggunakan pemungut cukai itu sebagai batu pijakan untuk mendapat imbalan
ekstra atas kesalehannya.
·
Kita akan menjadi seperti orang Farisi ketika :
·
Kita berkata “Jangan berkata seperti itu kepada saya”
·
Kita berkata “Saya tidak akan minta maaf”
·
Kita sulit mengampuni
·
Kita berkata “Apakah kamu sudah mendengar tentang…….”
·
Ketika kita berkata “Saya tidak butuh bantuan orang lain”
·
Ketika kita merayakan kegagalan orang lain
·
Ketika kita sangat yakin bahwa pendapat kita adalah pendapat yang benar
Beberapa penekanan
penting dari orang Farisi ini adalah :
·
Mementingkan penampilan. Apakah kita membeli sesuatu untuk prestise
atau kebutuhan?
·
Menekankan aspek peraturan yang harus diikuti
·
Melakukannya supaya dilihat orang (Mat 23:5)
Lima kali orang Farisi ini menyebutkan kata “Aku”, jika ada indeks
keangkuhan, indeks itu pasti dihitung dari berapa kali kita mengucapkan kata
aku dalam 100 kata. Sementara si pemungut cukai berdiri jauh-jauh, ia bahkan
tidak menengadah ke langit, karena ketidaklayakannya di hadapan Allah. Doanya
hanya beberapa kata, gambaran dari kerendahan hati, benar-benar ingin berjumpa
dengan Allah. Tuhan Yesus memberi skor tinggi pada pemungut cukai dan bukan
pada orang Farisi
Merendahkan diri berarti
:
Saya dengan sukarela
mengakui dosa
·
Saya memberi dengan penuh pengorbanan tanpa mencantumkan nama
·
Memperlakukan orang lain lebih dari saya memperlakukan diri sendiri
·
Siap untuk meminta tolong
4.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah
Suci hati berarti murni hati, tidak khawatir dengan penampilan didepan
orang lain
·
Kita tiba di akhir keakuan kita jika tidak tertarik dengan apa yang
dipikirkan orang, tepuk tangan atau perhatian
·
Ketika kita menjadi panitia/pengurus, seberapa besar hati kita
dialokasikan untuk menyenangkan hati Allah dan seberapa besar bagian kita
perduli pada siapa yang melihat dan terkesan dengan kita?
·
Ketika kita berdoa didepan umum, apakah kata-kata yang kita ucapkan
ditujukan bagi telinga Allah atau telinga orang-orang yang mendengar?
Bagaimana Mengakhiri
keakuan:
1.
Masuk melalui pintu gerbang kelemahan. Yesus lahir di sebuah kandang
domba, sekalipun Allah bisa saja turun di salah satu kota besar dunia, lahir
sebagai seorang milioner. Ia turun di tengah-tengah kemiskinan, kelemahan dan
kita dapat melihat apa yang bisa dilakukan Allah.
2.
Matius 16:24 : menyangkal diri, memikul salib, mengikut Dia. Setiap
kali kita harus mengutamkan Kristus itu berarti kita menyangkal diri kita.
3.
Dibentuk tiap-tiap hari. Mengakhiri keakuan begitu sukar karena hal itu
harus terjadi tiap-tiap hari. Setiap hari kita harus membuat pilihan, hidup
bagi diri sendiri atau hidup bagi Kristus. Mati bagi diri sendiri berarti kita
harus melayani orang-orang yang tidak kita sukai atau pahami, bahkan orang yang
telah menyakiti kita
Mati bagi keakuan adalah
kematian dimana kita harus mati didalamnya, bukan sekali mati, bukan separuh
mati, benar-benar mati setiap hari, hingga kita alami kehidupan yang sejati dan
berkelimpahan di dalam Kristus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar