Jumat, 25 Agustus 2017

THE END OF ME

Oleh : Desmiyanti Tampubolon, STP




Matius 5;3-5,8
Khotbah di bukit berisi daftar paradoks yang mengejutkan, secara khusus dalam 4 hal :
1.       Berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Miskin dihadapan Allah pastilah tidak berbicara tentang uang disini.  Ketika itu ada banyak orang miskin sehingga orang yang mendengar khotbah Tuhan Yesus pasti terkejut karena Yesus berkata bukan uang yang membuat berbahagia. Banyak orang berfikir bahwa hidup yang berbahagia adalah hidup yang memiliki uang berlimpah. Yesus berkata Kerajaan Allah berawal di dalam diri kita,  ketika kita sampai di akhir dari keakuan dengan menyadari bahwa kita tidak memiliki apapun yang bisa kita berikan. Kerajaan Allah berawal dari mengeluarkan semua persediaan yang ada pada kita dan berdiri tanpa menggenggam apapun, ketika kita tidak memiliki apapun, menurutNya kita justru sedang melangkah maju. Sebagai alumni, apa yang menjadi kebanggaan kita? Pekerjaan? Uang? Jika kita masih memilih pasangan hidup dengan melihat apa pekerjaannya, berarti kita belum mati bagi keakuan kita.
     Mari kita membaca Lukas 7:36-39. Simon seorang pemimpin agama Yahudi  mengundang Yesus ke perjamuan makan dirumahnya.Peraturan pada zaman itu,semua tamu harus disambut dengan mencium tangannya sebagai tanda ucapan selamat datang, membasuh kaki atau menyediakan pembasuhan kaki, sebagai budaya penyucian, juga mengurapi kepala sang tamu dengan minyak untuk tamu yang dihormati, dan Simon tidak melakukannya. Simon seorang pemimpin, memiliki kuasa, dihormati,mengabaikan peraturan agamawi. Ketika makan malam sedang berlangsung, seorang perempuan masuk dan merusak suasana, ia tidak membawa undangan, seorang yang “berdosa”. Perempuan itu sampai pada akhir dari keakuannya, ia menangis di kaki Tuhan Yesus, membasahi kakiNya dengan airmata, menyekanya dengan rambutnya, mencium kakiNya dan meminyakinya dengan minyak wangi.
Bagi Simon dengan posisi puncak yang dimilikinya, kesusilaan adalah nilai yang sangat penting.Perjamuan makan itu diperuntukkan bagi orang-orang saleh, sehingga kehadiran perempuan itu benar-benar sebuah aib baginya.
Kita seperti Simon ketika :
·         Kita mengabaikan penderitaan orang lain
·         Kita menunjukkan sikap saleh setelah sebelumnya marah-marah di perjalanan menuju ibadah.
·         Kita rela berutang besar-besaran supaya tidak ketinggalan zaman
·         Kita menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial hanya untuk menunjukkan bahwa hidup kita jauh lebih baik dari orang lain.
2.       Berbahagialah orang yang berdukacita karena mereka akan dihibur
William Barclay mengatakan kata Yunani untuk berdukacita yang digunakan disini adalah jenis penderitaan yang tidak bisa disembunyikan, bukan sekedar kesedihan yang membawa rasa sakit dalam hati, tetapi kesedihan yang mengguyurkan air mata yang tidak dapat ditahan mata
Pesan yang disampaikanNya berarti bahwa berkat tidak bergantung pada apa yang terjadi di luar, berkat bersumber dari pada apa yang terjadi di dalam, dan berkat hanya bisa ditemukan lewat tumpahan air mata
Ketika kita berdukacita, kita dihibur oleh Allah. “Anda diberkati saat anda merasa telah kehilangan sesuatu yang paling anda kasihi. Hanya dengan demikian, anda bisa dipeluk oleh Dia yang paling mengasihi anda”. Jika kita gagal menyadari realitas dosa, tidak akan ada dukacita, tanpa dukacita tidak akan ada keinsyafan, dan tanpa keinsyafan kita akan kehilangan berkat terbesar Allah yaitu   pengampunan dan kasih karuniaNya.Ketika kita banyak diampuni, kitapun akan banyak berbuat kasih (Luk 7:47). Kita perlu mengevaluasi diri, dosa apa yang kita lakukan akhir-akhir ini, siapa yang terluka karena dosa saya,apakah ada orang lain yang perlu saya sampaikan permohonan maaf?
3.       Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Praios (Yunani): lemah lebut, rendah hati
Yesus mengatakan bahwa jalan menuju ke atas adalah dengan bergerak kebawah.
Mari kita membaca dari Lukas 18:10-14. Orang Farisi adalah kelompok terhormat, terpelajar, berpengaruh, komit pada hukum taurat, sedangkan pemungut cukai adalah staf dinas perpajakan yang membawa teror. Ia tidak saja mengumpulkan pajak untuk kaisar Romawi, tapi juga diizinkan untuk menggaruk isi dompet orang lebih dalam lagi. Pemungut cukai adalah pengkhianat bagi bangsanya sekaligus pencuri yang disahkan. Kedua orang ini berjalan ke bait suci, sepertinya si Farisi mengintip sedikit di tengah-tengah doanya dan menggunakan pemungut cukai itu  sebagai batu pijakan untuk mendapat imbalan ekstra atas kesalehannya.
·         Kita akan menjadi seperti orang Farisi ketika :
·         Kita berkata “Jangan berkata seperti itu kepada saya”
·         Kita berkata “Saya tidak akan minta maaf”
·         Kita sulit mengampuni
·         Kita berkata “Apakah kamu sudah mendengar tentang…….”
·         Ketika kita berkata “Saya tidak butuh bantuan orang lain”
·         Ketika kita merayakan kegagalan orang lain
·         Ketika kita sangat yakin bahwa pendapat kita adalah pendapat yang benar
Beberapa penekanan penting dari orang Farisi ini adalah :
·         Mementingkan penampilan. Apakah kita membeli sesuatu untuk prestise atau kebutuhan?
·         Menekankan aspek peraturan yang harus diikuti
·         Melakukannya supaya dilihat orang (Mat 23:5)
Lima kali orang Farisi ini menyebutkan kata “Aku”, jika ada indeks keangkuhan, indeks itu pasti dihitung dari berapa kali kita mengucapkan kata aku dalam 100 kata. Sementara si pemungut cukai berdiri jauh-jauh, ia bahkan tidak menengadah ke langit, karena ketidaklayakannya di hadapan Allah. Doanya hanya beberapa kata, gambaran dari kerendahan hati, benar-benar ingin berjumpa dengan Allah. Tuhan Yesus memberi skor tinggi pada pemungut cukai dan bukan pada orang Farisi
Merendahkan diri berarti :
Saya dengan sukarela mengakui dosa
·         Saya memberi dengan penuh pengorbanan tanpa mencantumkan nama
·         Memperlakukan orang lain lebih dari saya memperlakukan diri sendiri
·         Siap untuk meminta tolong
4.       Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah
Suci hati berarti murni hati, tidak khawatir dengan penampilan didepan orang lain
·         Kita tiba di akhir keakuan kita jika tidak tertarik dengan apa yang dipikirkan orang, tepuk tangan atau perhatian
·         Ketika kita menjadi panitia/pengurus, seberapa besar hati kita dialokasikan untuk menyenangkan hati Allah dan seberapa besar bagian kita perduli pada siapa yang melihat dan terkesan dengan kita?
·         Ketika kita berdoa didepan umum, apakah kata-kata yang kita ucapkan ditujukan bagi telinga Allah atau telinga orang-orang yang mendengar?
Bagaimana Mengakhiri keakuan:
1.       Masuk melalui pintu gerbang kelemahan. Yesus lahir di sebuah kandang domba, sekalipun Allah bisa saja turun di salah satu kota besar dunia, lahir sebagai seorang milioner. Ia turun di tengah-tengah kemiskinan, kelemahan dan kita dapat melihat apa yang bisa dilakukan Allah.
2.       Matius 16:24 : menyangkal diri, memikul salib, mengikut Dia. Setiap kali kita harus mengutamkan Kristus itu berarti kita menyangkal diri kita.
3.       Dibentuk tiap-tiap hari. Mengakhiri keakuan begitu sukar karena hal itu harus terjadi tiap-tiap hari. Setiap hari kita harus membuat pilihan, hidup bagi diri sendiri atau hidup bagi Kristus. Mati bagi diri sendiri berarti kita harus melayani orang-orang yang tidak kita sukai atau pahami, bahkan orang yang telah menyakiti kita

Mati bagi keakuan adalah kematian dimana kita harus mati didalamnya, bukan sekali mati, bukan separuh mati, benar-benar mati setiap hari, hingga kita alami kehidupan yang sejati dan berkelimpahan di dalam Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...