Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh
Setiap manusia terdiri dari
3 insan : pertama kita adalah mahluk religius, apapun agamanya memiliki
keyakinan akan adanya Tuhan, kedua kita adalah mahluk psikologis, memiliki
perasaan, jiwa, ketiga kita adalah mahluk sosiologis, mahluk sosial, maka kita
berelasi dengan siapapun, artinya nilai hidup kita juga ditentukan kalau kita
berelasi dan berguna untuk orang lain. Hari ini kita akan berbicara bagaimana
kita sebagai mahluk sosial yang harus bermasyarakat di lingkungan kita berada.
Apa yang kita pahami tentang adat selama ini ? Richard Niebuhr: Cultutre
is the total human activity and total result of the such activity….the works of
man’s minds and hands (budaya adalah
totalitas kegiatan manusia, dampak dari semua tindakan manusia itu ..karya dari
pemikiran manusia dan karya perbuatan manusia). Sungai adalah alam, terusan Suez adalah kebudayaan; hutan adalah alam,
kebun sawit adalah kebudayaan; tanah
tandus adalah alam, sawah adalah kebudayaan. Gubuk yang pertama, api, alat-alat,
nyanyian, tarian, musik, drama dst hasil pikiran dan tangan manusia adalah
kebudayaan. Ini artinya adat tidak dapatdipisahkan dari kehidupan manusia. Semua ini merupakan
penggenapan mandat budaya Allah kepada manusia (Kej. 1: 28 ).apa yang dikatakan
pada bagian ini adalah implikasi mandat Allah pada manusia.
Adat
istiadat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan manusia. Ada
orang-orang yang menolak adat menerima ulos, dll digantikan dengan pemotongan
kue pernikahan, dengan memberikan potongan kue kepada orangtua kedua mempelai,
hal ini juga berarti adat, hanya diubah adatnya menjadi adat Eropa, dan tiap
bangsa mempunyai adat sendiri. Adat adalah tatanan dalam masyarakat yang
mengatur hubungan antara sesama manusia agar rukun dan harmonis. Contoh,adat
pada suku Karo, menantu perempuan tidak boleh berbicara dengan mertua
laki-laki,, adat suku Simalungun, menantu bisa dipanggil dengan namanya,
sementara di suku Toba, menantu tidak boleh dipanggil namanya. Iman berelasi dengan
keyakinan, adat dan kebudayaan berelasi soal tatakrama atau tradisi yang
berlangsung sejak lama dan turun temurun yang menciptakan hubungan satu dengan
yang lain menjadi harmonis. Jadi jika ada unsur keyakinan yang dilakukan dalam
adat, itu bukan adat lagi tapi percampuran dengan animisme, dan dapat tercipta
sinkretisme. Kalau membawa makanan kerumah mertua karena sudah lama tidak punya
anak, ini salah, tapi jika membawa makanan kerumah mertua dalam suasana tahun
baru, hal ini baik. Iman
bersifat kultis dan magis, wahyu, vertikalistik, personal antara manusia dengan
Penciptanya.Adat dan kebudayaan bersifat umum (komunal), horizontal (sesama
manusia).Kalau bukan berelasi horizontal, itu bukan adat lagi, harus ditolak.
Iman
bersifat mutlak, global(berlaku dimanapun), statis (tidak berubah), berdasarkan
wahyu, relasi dengan ilahi dan kekekalan, tidak kelihatan wujudnya. Adat relatif, geografis
(berlaku di daerah tertentu), temporer (bisa diringkas jika perlu), situasional
(ada suku yang adatnya bisa dirubah, ada yang sangat kaku dan sulit diubah) dan
kondisional, bersumber pada pandangan manusia (sesuai dengan kebiasaan di
tempat tertentu), dinamis, dapat dilihat secara nyata dst. Jika dalam kehidupan
tatakrama manusia ada unsur keyakinan di dalamnya, maka hal tersebut bukan lagi
adat atau kebudayaan namun telah berubah menjadi sebuah keyakinan animisme
(‘iman’) atau okkultisme. Jadi adat dengan keyakinan harus ditolak.
Sikap terhadap Adat
Antara
menolak secara total Vs menerima dengan
membabi buta.Kelompok pertama melihat bahwa semua adat adalah pekerjaan setan
dan tidak melihat unsur positif di dalamnya. Mereka sangat menentangnya dan
beranggapan bahwa orang yang melakukannya terlibat dalam okkultisme. Tentu ini
pandangan yang salah, karena banyak adat yang baik juga. Kelompok kedua berkata
bahwa semua adat atau kebudayaan itu benar dan bahkan ada yang menempatkannya
di atas Alkitab.Mari kita membaca dari Mrk. 7: 1-13 , disini
orang-orang Farisi menanyakan pada Yesus kenapa murid-muridNya tidak membasuh
tangan sebelum makan. Tujuan
mereka menjumpai Yesus ‘to investigate the Galileans activities of Jesus’
(7: 1) lih. 3: 2.‘Ceremonial washing’ dalam hal membasuh tangan sebelum
makan dan sekembali dari pasar, bagi Yahudi dianggap sebuah adat istiadat yang
mengikat (7: 3), lih. ay. 5 bd. Yoh.2: 6; Mt. 15: 2. Tata karma/adat Yahudi,
ada metode membasuh tangan, orang dari pasar bersentuhan dengan orang non
Yahudi dianggap najis, sehingga mereka harus membasuh tangan supaya tahir/suci.
Farisi
menentang tindakan murid-murid Tuhan Yesus yang mereka anggap melanggar hukum
Taurat dan adat Yahudi (7: 5). Farisi & Ahli Taurat mengabaikan firman Allah demi adat istiadat
(7: 6) – superioritas adat di atas Firman Tuhan – adat mendominasi dan
menggeser FT. Hal ini bisa terjadi di kehidupan kita, demi acara adat, orang
tidak pergi kegerja lagi, bahkan adat melebihi kegiatan rohani Matius 15:8-9 “bangsa
ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma
mereka beribadah kepada Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah
manusia”, disini adat mendominasi dan menggeser firman Tuhan . Yesus mengkontraskan adat
Vs perintah Allah (7: 8) Perintah Allah ada dalam Kitab Suci dan bersifat
mengikat dan wajib, sementara adat istiadat atau kebudayaan bersumber dari
nenek moyang sehingga tidak mengikat dan tidak otoritatif.Jadi firman Tuhan
mengikat dan wajib sementara adat tidak mengikat. Farisi dan ahli Taurat mengesampingkan perintah Allah demi adat
istiadat (7: 9). Salah satu contohnya adalah dalam 7:10-13.Demi perpuluhan/persembahan,
mereka mengabaikan tanggungjawab pada orangtua.
bd. Bil 30: 1-2 persembahan kurban dianggap wajib dan mengikat tetapi
mengabaikan tanggungjawab kasih terhadap orangtua. Tuhan Allah tidak mau umat
melaksanakan salah satu Taurat tetapi mengabaikan yang lain di mana demi adat
Firman Tuhan dianggap tidak berlaku.
Yesus
mengajarkan bahwa kesucian tidak lahir dari ritualitas, tetapi dari hati yang
benar (suci) dan dalam hal yang sama kenajisan juga bukan muncul dari makanan
atau minuman, tetapi dari hati yang jahat (7: 19-20).Apa yang keluar dari hati
dan pemikiran itu jauh lebih penting daripada makanan . Fellowship with God is not interrupted by unclean
hands or food, but by sin (relasi dengan
Allah tidak bisa diputuskan dengan tangan yang najis tapi karena dosa)(7: 21-23) I.
L Nommensen membagi adat dalam 3 kategori: (1) Adat yang netral; (2) Adat yang
bertentangan dengan Injil; (3) Adat yang sesuai dengan Injil.
Menurut Richard Niebuhr, ada 5 posisi Injil
Kristus terhadap adat :
- Menentang: Christ
againsts culture
Petobat
baru diajarkan untuk menolak semua adat/kebudayaan karena dianggap semuanya
bersifat kekafiran dan okkultisme (ini konsep yang salah). Dosa merajalela dalam
semua kebudayaan sehingga harus diganti dengan kebudayaan/adat yang baru
(Barat). Penolakan yang radikal
tanpa memilah dan menyaring dengan FT (menganggap semua adat salah). Akibatnya, Injil tidak
lagi kontekstual dan dapat bermuara pada penolakan akan Injil (jika sem ua adat
ditolak, orangpun menolak Injil jika kita beritakan). Mencabut petobat baru dari akar tradisi/budayanya dan menggantikan
dengan jubah baru (import).
- Akomodatif: Christ
of Culture
Melihat
ada keselarasan antara Injil dengan adat /kebudayaan.Injil berusaha
menyesuaikan diri dengan adat atau kebudayaan setempat (selama tidak ada unsur
animisme, kita bisa ikuti, ibadah tidak boleh menggunakan gondang, seruling,
gitar, kecapi dan hanya boleh menggunakan keyboard/piano, tentu hal ini tidak
tepat, karena natur kita menunjukkan akar budaya kita, penginjilan tidak identik
dengan westernisasi). Yakin
bahwa tidak semua kebudayaan/adat mengandung dosa. Mencintai Tuhan sekaligus
mencintai kebudayaan yang benar (selama tidak ada animisme). Memandang adat dalam
terang Kristus dan memandang Kristus dalam terang kebudayaan(kontekstualisasi) Sisi negatif dapat
terjebak ke dalam sinkretisme jika adat dan Injil digabung tanpa seleksi Injil
atas adat. Louis J. Luzbetak: Tugas
gereja adalah membuat orang Afrika menjadi orang Kristen Afrika, orang Kristen
Jepang, orang Kristen India, mereka bukan menjadi orang Kristen Amerika atau
Eropah.
- Perpaduan: Christ
above Culture
Dunia
dan segala isinya dicipta dan diatur oleh Allah, karena itu semua
adat/kebudayaan harus tunduk kepada Dia (semua yang bertentangan dengan firman
Tuhan dibuang). Selain
firman Tuhan sebagai standard benar tidaknya, otoritas Kristus juga berlaku dan
melampaui adat. Ketundukan
kepada Kristus melampaui ketundukan kepada adat dan kebudayaan, meskipun
kandungan adat tersebut tidak bertentangan dengan FT. Injil melampaui
kebudayaan (jika ada perayaan adat mengganggu hubungan kita dengan Tuhan harus
disingkirkan, relasi dengan Kristus melampaui relasi dalam adat)
- Dualisme: Christ
and Culture in Paradox.
Semua
segi kebudayaan telah rusak dan buruk, bagaikan menara megah yang berdiri di
atas tanah yang rapuh.Namun sebagai anak kebudayaan tidak dapat melepaskan diri
atasnya.Manusia menjadi 2 warga, yaitu warga kerajaan Allah dan warga masyarakat,
namun tidak ada pengaruh Kerajaan Allah dalam masyarakat (Ini pandangan yang salah). M. Luther: Semua orang
Kristen harus menaati Allah dalam kedua kewargaan ini (sebagai warga kerajaan
Allah kita harus tunduk kepada Allah tapi sebagai warga masyarakat mengikuti
kebudayaan yang sesuai firman Tuhan).
- Pembaharuan: Christ
the transformer of Culture.
Alam
adalah ciptaan Allah, karena itu adat dan kebudayaan merupakan bagian dari
rencana Allah (selama tidak ada unsur animisme). Dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka manusia membutuhkan
penebusan sama halnya dengan kebudayaan. Kebudayaan yang rusak harus ditebus ditransformasi sesuai dengan
kebenaran Firman Tuhan (Kristus sudah menenbus semua hal, sehingga kebudayaan
dalam dosa juga harus ditebus). Biasanya
resistensi akan muncul, tetapi upaya pembaharuan tetap dikerjakan (mungkin ada
penolakan keluarga, tugas kita memberi pengertian yang benar).Kristus melalui
pemberitaan Injil menjadi pemurni dan pembaharu kebudayaan untuk dialihkan bagi
kemuliaan Allah. Pandangan
ini dianut oleh Calvin, John Wesley dan Agustinus.
Beberapa
penerapan dalam adat sehari-hari:
q
Jika ibadah penguburan
atau pernikahan, sebaiknya tidak di hari Minggu, tapi jika di wilayah tertentu
harus dilakukan di hari Minggu, supaya semua orang bisa datang, menjadi
pengecualian
q
Penguburan saur matua dapat dilakukan (jika tidak ada unsur
okultisme sewaktu membawa pohon beringin, sanggar, yang dianggap memberi kemakmuran, kesuburan, jika ada unsur
keyakinan harus ditolak)
q
Hindari pernikahan yang
tidak direstui keluarga (karena marga dll), karena kalau kita tidak diterima keluarga,
akan sulit untuk melayani keluarga dan tidak maximal dalam hidup kita.
q
Pemindahan tulang
belulang keluarga jika dilakukan untuk mempererat persatuan tentu baik, tapi
jika pembangunan tugu menghabiskan dana besar sementara keturunannya kesulitan
secara ekonomi, harus ditolak
q
Ziarah dan membersihkan
kuburan keluarga baik untuk dilakukan, tapi jika berbicara dengan orang yang
sudah meninggal, hal itu salah karena Pengkhotbah 12:7 “dan debu kembali menjadi tanah seperti
semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.
Solideo Gloria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar