Jumat, 20 Mei 2016

IMAN & ADAT

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh



Setiap manusia terdiri dari 3 insan : pertama kita adalah mahluk religius, apapun agamanya memiliki keyakinan akan adanya Tuhan, kedua kita adalah mahluk psikologis, memiliki perasaan, jiwa, ketiga kita adalah mahluk sosiologis, mahluk sosial, maka kita berelasi dengan siapapun, artinya nilai hidup kita juga ditentukan kalau kita berelasi dan berguna untuk orang lain. Hari ini kita akan berbicara bagaimana kita sebagai mahluk sosial yang harus bermasyarakat di lingkungan kita berada. Apa yang kita pahami tentang adat selama ini ? Richard Niebuhr: Cultutre is the total human activity and total result of the such activity….the works of man’s minds and hands  (budaya adalah totalitas kegiatan manusia, dampak dari semua tindakan manusia itu ..karya dari pemikiran manusia dan karya perbuatan manusia). Sungai adalah alam, terusan Suez adalah kebudayaan; hutan adalah alam, kebun sawit adalah kebudayaan;  tanah tandus adalah alam, sawah adalah kebudayaan. Gubuk yang pertama, api, alat-alat, nyanyian, tarian, musik, drama dst hasil pikiran dan tangan manusia adalah kebudayaan. Ini artinya adat tidak dapatdipisahkan dari kehidupan manusia. Semua ini merupakan penggenapan mandat budaya Allah kepada manusia (Kej. 1: 28 ).apa yang dikatakan pada bagian ini adalah implikasi mandat Allah pada manusia.

Adat istiadat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan manusia. Ada orang-orang yang menolak adat menerima ulos, dll digantikan dengan pemotongan kue pernikahan, dengan memberikan potongan kue kepada orangtua kedua mempelai, hal ini juga berarti adat, hanya diubah adatnya menjadi adat Eropa, dan tiap bangsa mempunyai adat sendiri. Adat adalah tatanan dalam masyarakat yang mengatur hubungan antara sesama manusia agar rukun dan harmonis. Contoh,adat pada suku Karo, menantu perempuan tidak boleh berbicara dengan mertua laki-laki,, adat suku Simalungun, menantu bisa dipanggil dengan namanya, sementara di suku Toba, menantu tidak boleh dipanggil namanya. Iman berelasi dengan keyakinan, adat dan kebudayaan berelasi soal tatakrama atau tradisi yang berlangsung sejak lama dan turun temurun yang menciptakan hubungan satu dengan yang lain menjadi harmonis. Jadi jika ada unsur keyakinan yang dilakukan dalam adat, itu bukan adat lagi tapi percampuran dengan animisme, dan dapat tercipta sinkretisme. Kalau membawa makanan kerumah mertua karena sudah lama tidak punya anak, ini salah, tapi jika membawa makanan kerumah mertua dalam suasana tahun baru, hal ini baik. Iman bersifat kultis dan magis, wahyu, vertikalistik, personal antara manusia dengan Penciptanya.Adat dan kebudayaan bersifat umum (komunal), horizontal (sesama manusia).Kalau bukan berelasi horizontal, itu bukan adat lagi, harus ditolak.

Iman bersifat mutlak, global(berlaku dimanapun), statis (tidak berubah), berdasarkan wahyu, relasi dengan ilahi dan kekekalan, tidak kelihatan wujudnya. Adat relatif, geografis (berlaku di daerah tertentu), temporer (bisa diringkas jika perlu), situasional (ada suku yang adatnya bisa dirubah, ada yang sangat kaku dan sulit diubah) dan kondisional, bersumber pada pandangan manusia (sesuai dengan kebiasaan di tempat tertentu), dinamis, dapat dilihat secara nyata dst. Jika dalam kehidupan tatakrama manusia ada unsur keyakinan di dalamnya, maka hal tersebut bukan lagi adat atau kebudayaan namun telah berubah menjadi sebuah keyakinan animisme (‘iman’) atau okkultisme. Jadi adat dengan keyakinan harus ditolak.

Sikap terhadap Adat

Antara menolak secara total Vs  menerima dengan membabi buta.Kelompok pertama melihat bahwa semua adat adalah pekerjaan setan dan tidak melihat unsur positif di dalamnya. Mereka sangat menentangnya dan beranggapan bahwa orang yang melakukannya terlibat dalam okkultisme. Tentu ini pandangan yang salah, karena banyak adat yang baik juga. Kelompok kedua berkata bahwa semua adat atau kebudayaan itu benar dan bahkan ada yang menempatkannya di atas Alkitab.Mari kita membaca dari Mrk. 7: 1-13 , disini orang-orang Farisi menanyakan pada Yesus kenapa murid-muridNya tidak membasuh tangan sebelum makan. Tujuan mereka menjumpai Yesus ‘to investigate the Galileans activities of Jesus’ (7: 1) lih. 3: 2.‘Ceremonial washing’ dalam hal membasuh tangan sebelum makan dan sekembali dari pasar, bagi Yahudi dianggap sebuah adat istiadat yang mengikat (7: 3), lih. ay. 5 bd. Yoh.2: 6; Mt. 15: 2. Tata karma/adat Yahudi, ada metode membasuh tangan, orang dari pasar bersentuhan dengan orang non Yahudi dianggap najis, sehingga mereka harus membasuh tangan supaya tahir/suci.

Farisi menentang tindakan murid-murid Tuhan Yesus yang mereka anggap melanggar hukum Taurat dan adat Yahudi (7: 5). Farisi & Ahli Taurat mengabaikan firman Allah demi adat istiadat (7: 6) – superioritas adat di atas Firman Tuhan – adat mendominasi dan menggeser FT. Hal ini bisa terjadi di kehidupan kita, demi acara adat, orang tidak pergi kegerja lagi, bahkan adat melebihi kegiatan rohani Matius 15:8-9 “bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka beribadah kepada Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia”, disini adat mendominasi dan menggeser firman Tuhan . Yesus mengkontraskan adat Vs perintah Allah (7: 8) Perintah Allah ada dalam Kitab Suci dan bersifat mengikat dan wajib, sementara adat istiadat atau kebudayaan bersumber dari nenek moyang sehingga tidak mengikat dan tidak otoritatif.Jadi firman Tuhan mengikat dan wajib sementara adat tidak mengikat. Farisi dan ahli Taurat mengesampingkan perintah Allah demi adat istiadat (7: 9). Salah satu contohnya adalah dalam 7:10-13.Demi perpuluhan/persembahan, mereka mengabaikan tanggungjawab pada orangtua.  bd. Bil 30: 1-2 persembahan kurban dianggap wajib dan mengikat tetapi mengabaikan tanggungjawab kasih terhadap orangtua. Tuhan Allah tidak mau umat melaksanakan salah satu Taurat tetapi mengabaikan yang lain di mana demi adat Firman Tuhan dianggap tidak berlaku.

Yesus mengajarkan bahwa kesucian tidak lahir dari ritualitas, tetapi dari hati yang benar (suci) dan dalam hal yang sama kenajisan juga bukan muncul dari makanan atau minuman, tetapi dari hati yang jahat (7: 19-20).Apa yang keluar dari hati dan pemikiran itu jauh lebih penting daripada makanan . Fellowship with God is not interrupted by unclean hands or food, but by sin  (relasi dengan Allah tidak bisa diputuskan dengan tangan yang najis tapi karena dosa)(7: 21-23) I. L Nommensen membagi adat dalam 3 kategori: (1) Adat yang netral; (2) Adat yang bertentangan dengan Injil; (3) Adat yang sesuai dengan Injil.

Menurut Richard Niebuhr, ada 5 posisi Injil Kristus terhadap adat :
  1. Menentang: Christ againsts culture
Petobat baru diajarkan untuk menolak semua adat/kebudayaan karena dianggap semuanya bersifat kekafiran dan okkultisme (ini konsep yang salah). Dosa merajalela dalam semua kebudayaan sehingga harus diganti dengan kebudayaan/adat yang baru (Barat). Penolakan yang radikal tanpa memilah dan menyaring dengan FT (menganggap semua adat salah). Akibatnya, Injil tidak lagi kontekstual dan dapat bermuara pada penolakan akan Injil (jika sem ua adat ditolak, orangpun menolak Injil jika kita beritakan). Mencabut petobat baru dari akar tradisi/budayanya dan menggantikan dengan jubah baru (import).
  1. Akomodatif: Christ of Culture
Melihat ada keselarasan antara Injil dengan adat /kebudayaan.Injil berusaha menyesuaikan diri dengan adat atau kebudayaan setempat (selama tidak ada unsur animisme, kita bisa ikuti, ibadah tidak boleh menggunakan gondang, seruling, gitar, kecapi dan hanya boleh menggunakan keyboard/piano, tentu hal ini tidak tepat, karena natur kita menunjukkan akar budaya kita, penginjilan tidak identik dengan westernisasi). Yakin bahwa tidak semua kebudayaan/adat mengandung dosa. Mencintai Tuhan sekaligus mencintai kebudayaan yang benar (selama tidak ada animisme). Memandang adat dalam terang Kristus dan memandang Kristus dalam terang kebudayaan(kontekstualisasi) Sisi negatif dapat terjebak ke dalam sinkretisme jika adat dan Injil digabung tanpa seleksi Injil atas adat. Louis J. Luzbetak: Tugas gereja adalah membuat orang Afrika menjadi orang Kristen Afrika, orang Kristen Jepang, orang Kristen India, mereka bukan menjadi orang Kristen Amerika atau Eropah.
  1. Perpaduan: Christ above Culture
Dunia dan segala isinya dicipta dan diatur oleh Allah, karena itu semua adat/kebudayaan harus tunduk kepada Dia (semua yang bertentangan dengan firman Tuhan dibuang). Selain firman Tuhan sebagai standard benar tidaknya, otoritas Kristus juga berlaku dan melampaui adat. Ketundukan kepada Kristus melampaui ketundukan kepada adat dan kebudayaan, meskipun kandungan adat tersebut tidak bertentangan dengan FT. Injil melampaui kebudayaan (jika ada perayaan adat mengganggu hubungan kita dengan Tuhan harus disingkirkan, relasi dengan Kristus melampaui relasi dalam adat)
  1. Dualisme: Christ and Culture in Paradox.
Semua segi kebudayaan telah rusak dan buruk, bagaikan menara megah yang berdiri di atas tanah yang rapuh.Namun sebagai anak kebudayaan tidak dapat melepaskan diri atasnya.Manusia menjadi 2 warga, yaitu warga kerajaan Allah dan warga masyarakat, namun tidak ada pengaruh Kerajaan Allah dalam masyarakat (Ini pandangan yang salah). M. Luther: Semua orang Kristen harus menaati Allah dalam kedua kewargaan ini (sebagai warga kerajaan Allah kita harus tunduk kepada Allah tapi sebagai warga masyarakat mengikuti kebudayaan yang sesuai firman Tuhan).
  1. Pembaharuan: Christ the transformer of Culture.
Alam adalah ciptaan Allah, karena itu adat dan kebudayaan merupakan bagian dari rencana Allah (selama tidak ada unsur animisme). Dengan kejatuhan manusia ke dalam dosa, maka manusia membutuhkan penebusan sama halnya dengan kebudayaan. Kebudayaan yang rusak harus ditebus ditransformasi sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan (Kristus sudah menenbus semua hal, sehingga kebudayaan dalam dosa juga harus ditebus). Biasanya resistensi akan muncul, tetapi upaya pembaharuan tetap dikerjakan (mungkin ada penolakan keluarga, tugas kita memberi pengertian yang benar).Kristus melalui pemberitaan Injil menjadi pemurni dan pembaharu kebudayaan untuk dialihkan bagi kemuliaan Allah. Pandangan ini dianut oleh Calvin, John Wesley dan Agustinus.

Beberapa penerapan dalam adat sehari-hari:
q  Jika ibadah penguburan atau pernikahan, sebaiknya tidak di hari Minggu, tapi jika di wilayah tertentu harus dilakukan di hari Minggu, supaya semua orang bisa datang, menjadi pengecualian
q  Penguburan saur  matua dapat dilakukan (jika tidak ada unsur okultisme sewaktu membawa pohon beringin, sanggar, yang dianggap memberi  kemakmuran, kesuburan, jika ada unsur keyakinan harus ditolak)
q  Hindari pernikahan yang tidak direstui keluarga (karena marga dll), karena kalau kita tidak diterima keluarga, akan sulit untuk melayani keluarga dan tidak maximal dalam hidup kita.
q  Pemindahan tulang belulang keluarga jika dilakukan untuk mempererat persatuan tentu baik, tapi jika pembangunan tugu menghabiskan dana besar sementara keturunannya kesulitan secara ekonomi, harus ditolak
q  Ziarah dan membersihkan kuburan keluarga baik untuk dilakukan, tapi jika berbicara dengan orang yang sudah meninggal, hal itu salah karena Pengkhotbah  12:7 “dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya”.



Solideo Gloria 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...