Jumat, 13 Juli 2018

AYUB I

Oleh : Ir. Indrawaty Sitepu


Ayub pasal 1 dan 2


Pengantar
  • Apakah saudara pernah menderita karena ditinggal oleh orang yang saudara kasihi dan yang mengasihi saudara?
  •  Apakah saudara pernah menderita karena penyakit yang menimpa saudara?
  • Apakah saudara pernah menderita karena,….
  • Jika kita mengatakan “ya” untuk pertanyaan diatas, mungkin kita bisa merasakan  sedikit penderitaan Ayub. Bahkan untuk orang yang kita tidak kenalpun, kita bisa merasa sedih ketika mereka mengalami bencana.
  • Apakah saudara pernah menderita karena ditinggal oleh orang yang saudara kasihi dan yang mengasihi saudara, penyakit, kehilangan semua yang saudara miliki sekaligus?
  • Bagaimana tindakan saudara ? Apa yang saudara pikirkan tentang Allah pada situasi itu?

Hal-hal apa yang kita rasakan dan pikirkan ketika kita mengalami penderitaan/kesedihan, apalagi ketika penderitaan itu datang sekaligus? Mungkinkah kita bertanya “Dimana Tuhan ketika saya mengalami hal ini?” “Mengapa Tuhan tidak menjaga saya?”, “Mengapa Tuhan mengiznkan saya mengalami hal ini?” atau mungkin pertanyaan-pertanyaan lain ada dalam pikiran kita ketika kita mengalami kepedihan/kesedihan, kehilangan orangtua dll.


Pendahuluan Kitab Ayub 
Siapakah Ayub? Beberapa fakta menunjukkan bahwa Ayub mungkin hidup sekitar zaman Abraham (2000 SM) atau sebelumnya. Fakta-fakta  tersebut antara lain : 
  • Ayub masih hidup selama 140 tahun setelah peristiwa-peristiwa dalam kitab ini (Ayub 42 ayat 16), yang menyarankan jangka hidup yang hampir 200 tahun (Abraham hidup 175 tahun);
  • kekayaannya dihitung dari jumlah ternak ( Ayub 1 ayat 3, Ayub 42 ayat 12);
  • 3.      pelayanannya sebagai imam dalam keluarganya, seperti Abraham, Ishak, dan Yakub (Ayub 1 ayat 5);
  • sistem keluarga pimpinan ayah menjadi kesatuan sosial mendasar seperti pada zaman Abraham ( Ayub 1 ayat 4-5,13);
  • serbuan orang-orang Syeba ( Ayub 1 ayat 15) dan orang Kasdim ( Ayub 1 ayat 17) yang cocok dengan zaman Abraham;
  • sering kali (31 kali) penulis memakai nama yang dipakai para patriarkh bagi Allah, yaitu Shaddai (Yang Mahakuasa);
  • tidak ada petunjuk sama sekali kepada sejarah Israel atau hukum Musa sehingga memberi kesan tentang zaman pra-Musa (sebelum 1500 SM).

·         Kapan kitab Ayub ditulis?
Ada tiga pandangan utama mengenai tanggal kitab ini ditulis. Kitab ini mungkin disusun.
  • Selama zaman para leluhur (sekitar 2000 SM) tidak lama sesudah semua peristiwa ini terjadi dan mungkin ditulis oleh Ayub sendiri; 
  • Selama zaman Salomo atau tidak lama sesudah itu (sekitar 950-900 SM), karena bentuk sastra dan gaya penulisannya mirip dengan kitab-kitab sastra hikmat masa itu; atau 
  • Selama masa pembuangan (sekitar 586-538 SM), ketika umat Allah sedang bergumul mencari arti teologis dari bencana mereka.

 Ada beberapa pandangan tentang siapa penulis kitab Ayub. Ada yang mengatakan Ayub sendiri. Ada juga yang mengatakan bukan Ayub. Jikalau bukan Ayub sendiri, pastilah  orang yang memiliki sumber-sumber lisan atau tertulis yang terinci dari zaman Ayub, yang dipakainya di bawah dorongan dan ilham ilahi untuk menulis kitab ini sebagaimana adanya sekarang. Beberapa bagian dari kitab ini pasti telah diberikan melalui penyataan langsung dari Allah (mis. Ayub 1 ayat 6  2 ayat 10).

·         Struktur Kitab Ayub
Kebanyakan ahli membaginya menjadi  tiga bagian dan memisahkan prosa dan  sajak/syair
1. Prosa pembukaan pasal 1-2
2. Sajak/Syair pasal 3 ayat 1 - pasal 42 ayat 6
3. Prosa penutup pasal 42 ayat 7-17

·         Pasal 1-2
Siapa Ayub?

Ia adalah seorang laki-laki dari tanah Us (keberadaan tanah Us juga tidak dapat dipastikan, tetapi banyak ahli beranggapan bahwa tanah Us terletak di sebelah tenggara Palestina dan Laut Mati atau di bagian utara Arab.Yang lain beranggapan bahwa tanah Us terletak di bagian timur laut Danau Galilea, dekat Damsyik
Apa yang langka di dunia ini, ternyata ada di dalam diri Ayub yang berintegritas. Tentang integritas dirinya itu, empat kata digunakan : saleh, jujur, takut akan Allah, dan menjauhi kejahatan (ayat 1). Karena sikapnya di hadapan Allah (spiritualitas) dan terhadap sesama (segi-segi hidup dalam dunia ini) saling menunjang, maka terciptalah suatu kepribadian yang berintegritas. Bahkan di saat sekarang inipun, keempat sifat ini tidak banyak orang yang memiliki keempat sifat ini. integritas artinya utuh, tidak terpecah, sama sikapnya kepada Tuhan, kepada sesama, dalam pekerjaan, semuanya dilakukan dengan sikap jujur dan saleh.
"Saleh" mengacu kepada integritas moral Ayub dan komitmen sepenuh hati kepada Allah; Saleh berpasangan dengan takut akan Allah, adalah prinsip yang membuatnya jujur serta menjauhi kejahatan. Orang saleh pasti hidupnya takut akan Tuhan dan pasti menjauhi kejahatan. Kesalehan adalah akibat dari orang takut akan Allah; integritas moral adalah akibat dari orang memiliki integritas spiritual. "Jujur" menunjukkan kebenaran dalam perkataan, tindakan, dan pikiran. Spiritual yang benar pasti akan menjadikan relasi dengan sesama juga baik.
Pernyataan tentang kebenaran Ayub 1 ayat 1 ini diulangi oleh Allah lagi dalam  Ayub 1 ayat 8  dan Ayub 2 ayat 3.Dengan demikian  menegaskan bahwa melalui kasih karunia-Nya Allah dapat menebus manusia yang berdosa sehingga menjadikan mereka sungguh-sungguh benar, baik, dan menang atas dosa. Pernyataan ini menegaskan  kesalahan ajaran dewasa ini yang  mengajarkan bahwa : 
  1. Tidak ada orang percaya di dalam Kristus, dapat mengharapkan dirinya tanpa cacat dan jujur di dalam hidup ini; dan 
  2. Orang percaya tak usah terkejut apabila mereka berbuat dosa tiap hari dalam perkataan, tindakan, dan pikiran tanpa harapan untuk menaklukkan tabiat berdosa selama hidup ini.

Dengan melihat Ayub 1: 8 berarti orang yang hidupnya sudah ditebus oleh Tuhan, pasti dapat hidup dengan keempat sifat itu (saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan)
Ayub adalah ayah dari 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan (ay 2),waktu itu dipahami mengisyaratkan kesempurnaan. Dia seorang konglomerat, terkaya dari semua orang di sebelah Timur (ay 3). Menurut kebudayaan Ibrani, kemakmuran biasanya dianggap pertanda berkat Allah , semakin jelas bahwa dia adalah orang yang diberkati Allah . Ayub adalah imam bagi keluarganya (ay 4-5). Ia berusaha menjaga kekudusan keluarganya, jangan sampai ada yang  berbuat dosa karena mengutuki Allah. Ayub paham benar bahwa mengutuki Allah adalah dosa, karena itu ia selalu mempersembahkan korban menguduskan anak-anaknya setelah mereka berpesta, Ayub pagi-pagi sekali (Ibrani=rajin dan teratur)mempersembahkan korban bakaran . hal itu ia lakukan bukan Cuma sekali-sekali tetapi rajin dan teratur, dilakukannya senantiasa (Ayub 1:5). Ayub diakui oleh Allah sebagai Hamba Allah (ayat 8) HambaKU, “tiada seorangpun di bumi seperti dia (ayub 1:8).

·         Penderitaan Ayub bertubi-tubi
Ayub 1 ayat 14-19
Iblis mempertanyakan keagamaan Ayub kepada Tuhan (ay 9), apakah jika ia tidak memiliki apapun, dia akan tetap takut akan Tuhan, bukankah Allah memberkati dia dengan segala miliknya dan memagari dia? Allah mengizinkan iblis untuk mengulurkan tangannya pada harta milik Ayub ((ay12). Hingga datanglah malapetaka :  
  • Orang Syeba menyerang dan merampas.
  • Api ,…membakar serta memakan habis kambing domba dan penjaga-penjaga.
  • Orang-orang Kasdim,…menyerbu unta-unta dan merampasnya serta membunuh penjaganya dengan mata pedang. 
  • Angin ribut melanda,…semua anak Ayub mati.

Malapetakan demi malapetaka terjadi bersamaan, bahkan sebelum orang pertama selesai melaporkan, sudah datang orang berikutnya yang akan melaporkan bencana yang lain, hal ini dapat dilihat dari kalimat ‘sementara orang itu berbicara, datanglah orang lain dan berkata”(ayat16,17,18). Malapetaka datang bertubi-tubi, ada perampasan, peperangan, bencana, bahkan anak-anaknya pun mati. Tentulah ini hal yang berat untuk diterima oleh Ayub, ia pasti sedih dan terkejut. Tetapi apa respon Ayub atas malapetaka ini ?
  • Ayub 1 ayat 20-21Sujudlah  ia dan menyembah.
  • Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.
  • Dalam semua malapetaka itu Ayub melihat tangan Allah, mengakui kedaulatan Allah.  Allah yang memberi dan mengambil.

Ia tidak meratapi nasib, tidak mengutuki Allah, tidak meratapi cuaca.
Bagaimana mungkin terjadi pengakuan dan pujian demikian dalam kemalangan, seandainya Ayub menganggap harta dan anak-anaknya itu adalah miliknya? Bagaimana ia dapat tetap benar merespons kemalangan andaikata ia selama ini menjalani hidup yang tidak benar? Jika Ayub hidupnya tidak benar di hadapan Tuhan, tidak mungkin ia dapat berkata seperti itu.

·         Mengapa Ayub bisa bersikap demikian?
Paling tidak kita bisa melihat dan belajar 3 hal berikut: 
  • Ayub memiliki persepsi yang berbeda tentang harta. Ia meyakini bahwa apa yang dimilikinya sekarang adalah kepunyaan Allah, datangnya dari Allah. Ayub menyikapi harta miliknya sebagai titipan Allah yang harus dimanfaatkan untuk kebaikan.
  • Persepsinya tentang harta membuat Ayub harus bertanggung jawab terhadap kepunyaan Allah tersebut. Itu sebabnya Ayub tidak merasa terikat dengan hartanya, juga oleh anak- anaknya. Ayub menempatkan anak-anak sebagai titipan Allah yang harus diasuh dan dididik dalam iman. Karena harta adalah titipan Tuhan, maka ketika Allah mengambil, kita seharusnya senang karena tanggung jawab kita mengelolanya sudah selesai. Jika kita memiliki gaji yang besar, tanggungjawabnya juga besar. Anak juga adalah titipan Allah, bukan milik kita, karena itu semuanya harus dipertanggungjawabkan untuk kemuliaan Tuhan.
  • Ayub menyadari bila tiba saatnya Allah akan mengambil kembali milik-Nya.

Ayub pasal 1 ditutup dengan sangat indah “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut, melainkan mengakui kedaulatan Allah”

Pasal 2
Dialog  Allah dengan Iblis tentang Ayub, setelah Iblis mencobai Ayub dengan 4 malapetaka. David Atkinson  mengatakan bahwa Allah mempercayai Ayub benar-benar tidak mengecewakan. Ayub tidak mengutuk Allah walaupun dicobai dengan 4 malapetaka sekaligus. Apakah kita adalah orang yang dipercayai Allah? Ayub membuktikan bahwa ia adalah orang yang hidup taat, berintegritas dan layak dipercaya, sekalipun mengalami banyak bencana.
Tetapi iblis masih menantang Allah, dengan mengatakan bahwa bencana yang dialami Ayub masih diluar dirinya, ia sendiri belum mengalami penderitaan langsung. Sehingga atas izin Allah , maka iblis menimpakan kepada Ayub suatu penyakit yang sangat menjijikkan dan menyakitkan  (ayat 7). Penyakitnya menyerang sekujur tubuhnya dari telapak kakinya sampai ke ubun-ubunnya dan ini dialaminya setelah 4 malapetaka sebelumnya bertubi-tubi datang menimpanya. Penderitaan masih berlanjut,..

·         Istri Ayub tampil
Apakah selama ini dia hadir tapi diam karena bingung?
Dan sekarang berkata kutukilah Allahmu dan matilah! Mengapa?
  • Karena ledakan beban jiwa?  Memang betapa perih  hidup dengan orang yang  kita kasihi dalam keadaan sekarat tanpa kita bisa menolongnya, hal yang sulit jika pasangan sekarat dan kita tidak dapat melakukan apa-apa.
  • Ataukah ledakan nurani penuh iba, sehingga ia ingin sekali penderitaan Ayub berakhir seketika?
  • Ataukah istri Ayub marah kepada Allah yang mengizinkan bahkan menyebabkan penderitaan yang demikian keji?


Tidak diketahui dengan pasti mengapa istri Ayub bereaksi demikian.
Apapun arti reaksi istri Ayub, yang jelas itu tidak menolong Ayub , sebaliknya beban Ayub makin berat dengan kesadaran bahwa dalam keadaannya yang sangat kritis demikian, ia dan istrinya berbeda keyakinan. Ia berbeda pandangan dengan istrinya  tentang kedaulatan Allah, penderitaan berat jika didukung oleh pasangan mungkin akan lebih baik, tapi tidak dengan istri Ayub. Ayub menyebut istrinya gila ( Ayub 2 ayat 10 bd  Ayub 1 ayat 5)
·         Sahabat Ayub-hadir ( Ayub 2 ayat 11-13)
Sampai pada bagian ini  tindakan sahabat-sahabat Ayub sangat mengharukan, cara yang lazim pada waktu itu menyatakan dukacita dengan menangis dengan suara nyaring, mengoyak jubah,menaburkan debu di kepala, mereka 7 hari,7malam duduk ditanah tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ada kalanya penghiburan menjadi hambar jika kita terlalu banyak berbicara, apalagi jika yang kita bicarakan tidak menghiburkan orang lain. Ada saatnya kita tidak perlu bicara dalam saat-saat duka, cukup berdiam diri, mendengar dan menangis bersama. Kata pertama dari konseling adalah mendengar, mungkin dengan mendengar saja pun, kita sudah menolong sebanyak 50%.
Dengan berdiam diri mereka telah menyatakan sesuatu lebih dari apa yang dapat diungkapkan dengan kata-kata.Kehadiran adalah kesediaan menderita bersama.Hadir untuk menderita adalah pelayanan kasih tanpa kata dan pelayanan demikian punya makna tersendiri.
·         Iblis
Setan- Iblis- si Penggoda-Pendakwa kerjanya mendakwa manusia di hadapan Allah dan mencobai manusia di bumi. Iblis mendakwa,mencela  dan menantang Allah (Ayub 1 dan 2).Iblis diizinkan mencobai Ayub.
Iblis adalah lawan Allah yang harus tunduk pada kuasa dan aturan serta batasan yang Allah tentukan, sama seperti seekor binatang buas yang terantai.

·         Tuduhan Iblis tentang keagamaan Ayub
Bandingkan dengan pendapat psikologi agama yaitu agama ekstrinsik dan agama intrinsik.Ekstrinsik ( agama digunakan untuk tujuan lain), misalnya status sosial, agar rasa cemas berkurang dan keuntungan yang berpusat pada diri. Iblis mendakwa Ayub hanya akan setia jika ia secara status sosial terjamin dan akan berubah setia jika sebaliknya.Intrinsik (menghayati dan fokus serta tertuju kepada Allah)

Pertanyaan bagi kita :
  • Mengapa kita menyembah dan melayani Allah?
  • Apakah agar kita menerima sesuatu?
  • Atau karena iman berdasarkan persekutuan sejati dengan Allah yaitu demi Allah sendiri?


Refleksi
Dari Ayub pasal 1 dan 2, paling tidak kita belajar hal berikut: 
  1. Menolak pandangan  yang menyatakan bahwa semua penderitaan adalah akibat dosa. 
  2. Orang saleh, jujur, takut akan Tuhan, menjauhi kejahatan dan diakui Allah sebagai hambaNya  bisa saja mengalami penderitaan tanpa alasan yang kita ketahui dengan jelas.
  3. Tanpa sepengetahuan seseorang, ia dapat menjadi alat Allah demi tujuan Allah. Penderitaan menjadi berarti karena kaitannya dengan tujuan Allah bagi dunia ini. Dalam penderitaan Ayub, Allah sedang mengerjakan tujuan-tujuan kasih karuniaNya. Ketika kita mengalami penderitaan, biarlah itu menjadi pengakuan akan kedaulatan Allah. Penderitaan yang Allah izinkan, tidak pernah terjadi tanpa tujuan, ia mengerjakan kasih karuniaNya atas hidup kita.
  4. Menghayati  dan mengakui kedaulatan Allah.



SOLIDEO GLORIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tema Unggulan

Mempersiapkan PERKAWINAN

Oleh : Drs. Tiopan Manihuruk, MTh Perjalanan masa pacaran yang langgeng akan terlihat dari: bertumbuh dalam iman dan karakter (jika...