Pendahuluan
1. Jika saudara sedang berduka, pilu, perih, apa yang saudara harapkan dari
sahabat saudara?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
2. Jika sahabat saudara sedang berduka, pilu, perih, apa yang saudara
lakukan kepada sahabat saudara tersebut?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………….........................................................................
Terkadang di saat-saat kita sedih, merasa pilu, perih,kita hanya
membutuhkan kehadiran sahabat-sahabat kita untuk mendengarkan curahan hati
kita. Bahkan di saat-saat dukacita, kadang terlalu banyak bicara justru tidak
menolong.
Penderitaan Ayub bertubi-tubi
1. Kehilangan harta
2. Kehilangan keluarga
3. Kehilangan kesehatan
4. Ucapan berbisa dari pasangan
a.
Masa hening berakhir
Setelah tujuh hari, tujuh malam terpukul, terpaku
dan berdiam diri, terdengarlah ratapan Ayub. Puisi pasal 3 membawa kita ke bilik hati Ayub dan merasakan kepiluan
hatinya. Di Ayub 3 ayat 1-26, Ayub meratap. Pada bagian ini Ayub mengutuki hari
kelahirannya, dia tidak mengutuki yang lain (Allah, Orang lain). Dia mengajukan
banyak pertanyaan mengapa? Mungkin ada banyak pertanyaan mengapa yang kita
ajukan setiap kali kita mernghadapi kesedihan/penderitaan. Salah satu
pertanyaan yang sangat memilukan adalah mengapa? Mungkin dalam hidup kita juga
banyak pertanyaan mengapa
Ayub tahu bahwa hidupnya dalam tangan Allah dan ia
yakin bahwa Allah baik, tapi akhir-akhir ini sepertinya Allah tidak seperti
yang Ayub kenal selama ini, Dia seperti Allah yang asing bagi Ayub, seolah-olah
ia tidak mengenali Allah. Apakah kita pernah merasakan Allah begitu asing bagi
kita? Ia tidak seperti Allah yang dulu kita kenal, sembah dan layani? Allah
sepertinya tidak menjawab doa kita bertahun-tahun? Hal inilah yang dirasakan
Ayub.
b.
Sahabat-Sahabat Ayub
1.
Elifas (pasal 4-5,15,22)
Di sini Elifas mulai berbicara. Elifas menganggap
Ayub menuai semua ini karena ada dosa yang dia lakukan. Seperti firman Tuhan
dalam 1 Pet 3:12 “Sebab mata Tuhan
tertuju kepada orang-orang benar, dan telingaNya kepada permohonan mereka yang
minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat”,,
Mzm 34 ayat 12-16, Gal 6:7 “Jangan sesat! Alalh tidak membiarkan diriNya
dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya”.,
Berdasarkan prinsip teologis,kalimat Elifas dapat dibenarkan. Artinya orang yang melakukan kejahatan pasti
akan menuai kejahatan. “Apa yang ditabur akan dituai” tidak boleh dibalik “Apa
yang dituai karena apa yang ditabur” , seolah-olah semua penderitaan yang
dialami, selalu karena kita telah melakukan dosa sebelumnya. Memang ada
penderitaan yang terjadi karena dosa tertentu, tapi tidak berlaku untuk semua
orang. Elifas menerapkan prinsip teologis itu terbalik, sebab – akibat. Hal ini
tidak berlaku bagi Ayub, karena ia seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan
dan menjauhi kejahatan, tiba-tiba mengalami penderitaan atas izin Allah dan
bukan karena dosa. Kesimpulan Elifas salah.
Filsuf Pascal
mengatakan “Tahapan terakhir dalam upaya penalaran ialah pengakuan bahwa
masih banyak hal yang tidak terselami oleh nalar”. Filsuf ini mengakui ada
hal-hal yang tidak bias kita pahami, jangan memaksakan hubungan sebab akibat.
Tuhan Yesus sendiri juga menderita, dan Ia tidak pernah berdosa.
Di penghujung abad 20 timbul Teologi Kemakmuran
dimarakkan oleh Elifas Elifas modern. Paham ini mengajarkan bahwa orang-orang
yang diberkati Tuhan akan hidup makmur dan tidak akan menderita. Kebenaran mendampakkan kemakmuran dan dosa mendampakkan penderitaan , asas
berpikirnya sama dengan Elifas. Elifas menyajikan kebenaran dari satu sisi
Ada kalanya Allah memalingkan wajahNya terhadap
orang baik dan saleh, bukan hanya orang jahat saja. Selanjutnya Elifas menegur,
menantang dan memperlihatkan kekesalan terhadap Ayub (Ayub 15), ia menyalahkan
Ayub. Elifas melukiskan orang fasik sedmikian rupa, sehingga Ayub termasuk
orang fasik , jadi wajar jika alami malapetaka di Ayub15: 25
Pasal 22
Elifas berusaha menghadapkan Ayub pada kemahakuasaan
Allah, Elifas menunjuk Ayub melakukan hal-hal yang jahat (22:5,6, 7,9-11),
kejahatannya besar maka Ayub ditimpa malapetaka. Elifas menganggap Allah begitu
tinggi sehingga Allah tidak mungkin mau memperhatikan Ayub pribadi. Elifas
membujuk Ayub kembali kepada Allah (Ayub 22: 21-30)
Elifas berusaha menolong Ayub, dengan
mengesampingkan persoalan Ayub yang mendasar. Bd pasal 5:8,”tetapi aku tentu akan mencari
Allah, dan kepada Allah aku akan mengadukan perkaraku” 5:24 ; 15:9-10 “Apakah
yang kau ketahui yang tidak kami ketahui?Apakah yang kau mengerti, yang tidak
terang bagi kami? Di antara kami juga ada orang yang beruban dan yang lanjut
umurnya daripada ayahmu” ; 22:5 “Bukankah kesalahanmu besar dan kesalahanmu tak
berkesudahan?”. Elifas ingin mengatakan, bahwa orang benar pasti akan hidup
lanjut dan tidak menderita.
Ayub menjawab di pasal 6-7( ia kecewa terhadap
sahabat-sahabatnya) ,16-17 (mengeluh tentang perlakuan Allah) ,23,24 (ayub
membela diri di hadapan Allah, seolah-olah Allah acuh tak acuh terhadap
kejahatan)
2. Bildad (8,18,25,26 ayat 5-14)?
Bildad berpegang teguh pada tradisi dan peraturan, berdasarkan ilmu
pengetahuan.Jika Elifas menekankan kemahakudusan Allah, Bildad menekankan
kemahakuasaan dan keadilan Allah
Masakan Allah membengkokkan keadilan? Masakan yang mahakuasa
membengkokkan kebenaran? Allah mustahil melakukan yang salah. Bildad dan Elifas
sama sama tidak mendengar, tidak mengerti apa penderitaan Ayub sehingga tidak
tepat dan tidak menolong. Mendengar adalah kata kunci seorang sahabat,
penolong, pengkotbah
Ayub menjawab di pasal
9-10,19,26-27)
3. .Zofar
Ayub pasal 11:4-5 “Katamu pengajaranmu murni dan aku
bersih di matamu. Tetapi mudah-mudahan Allah sendiri berfirman, dan membuka
mulutNya terhadap engkau” ,20,27 :13-23). Zofar berlagak pintar. Pasal 11 ayat
4-5 Zofar menghina Ayub karena Ayub telah bertahan bahwa ia tidak bersalah dan
menyatakan bahwa ia diperlakukan tidak adil. Allah mengenal penipu ayat 11.
Ayub 11:13-15 “Jikalau engkau ini menyediakan hatimu
dan mendahkan tanganmu kepadaNya; jikalau engkau menjauhkan kejahatan dalam
tanganmu, dan tidak membiarkan kecurangan
ada dalam kemahmu, maka sesungguhnya engkau dapat mengangkat mukamu
tanpa cela dan engkau akan berdiri teguh dan tidak akan takut”
Empat langkah
pertobatan dan berkat pertobatan (menyediakan hatimu, menadahkan tanganmu
kepadaNya, menjauhkan kejahatan dalam tanganmu, tidak membiarkan kecurangan ada
dalam kemahmu)
Ucapan Zofar
benar bahwa dasar kehidupan orang beriman adalah pertobatan dan ketaatan .
Zofar salah karena ia melupakan kenyataan, bahwa ada waktunya Allah mengizinkan
penderitaan yang tak terduga dan yang nampaknya tidak adil Zofar kelihatannya gagal menjadi sahabat dan
penolong. Ayub menjawab di pasal 12-14dan 21
Menurut
Charles Truax dan Robert Carhuff , sahabat dan penolong mutlak membutuhkan
sikap mengenal diri dan kelemahan diri, menghormati dan tidak menghakimi orang
yang ditolong, empati yaitu kemampuan menempatkan diri diposisi orang yang
ditolong .
Kesimpulan tentang ketiga sahabat Ayub
Ketiganya menyatakan sebagian dari kebenaran.
Ketiganya bertitik tolak dari pandangan masing-masing tentang Allah, lalu masing-masing
menerapkan pandangannya itu dalam menolong Ayub.
Sahabat-sahabat Ayub tidak mengenal diri dan
kelemahan diri. Ucapan-ucapan mereka menyombongkan diri, menyudutkan Ayub.
Dibutuhkan sikap yang tidak menghakimi, jika ingin menjadi konselor yang baik.
Ketika ada orang yang sharing masalahnya dengan kita, kita harus bersikap
empati, memiliki “kesediaan memakai sepatunya”, memahami jika kita benar-benar
ada pada posisi dia. Masing-masing sahabat Ayub memahami sebagian , tidak utuh,
tidak lengkap, mereka memiliki pandangan masing-masing tentang Allah, sehingga
cara menolong Ayub juga berbeda.
Kalau kita sama dengan Elifas yakni memandang Allah terutama adalah kudus, maka kekudusan
akan sangat mewarnai pendekatan kita. Seorang seperti Elifas akan memberi nasehat
“kamu harus bertobat, kamu mengalami ini karena kamu melakukan dosa”. Kalau
kita sama dengan Bildad, yakni memberi penekanan utama pada keadilan Allah.
Jika kita seperti Bildad akan memberi nasehat “Allah itu adil, tidak mungkin Ia
mengizinkan kamu mengalami ini jika sebelumnya kamu tidak melakukan dosa”.Bila
kita sama dengan Zofar, menjadikan kemahatahuan Allah sebagai tema utama. Orang
seperti Zofar akan member nasehat “Allah itui maha tahu, jangan menjadi seorang
penipu”.
Masing-masing sahabat Ayub berpegang pada citra
Allah yang berbeda.
Ini peringatan bagi kita. Pengenalan kita akan Allah akan mempengaruhi
kita termasuk cara menolong sahabat kita, cara kita melayani. Apa yang kita
yakini akan menjadi penggerak bagi hidup kita.
Mereka berusaha menolong Ayub tetapi gagal dan juga Allah murka kepada mereka karena
tidak berkata benar tentang Allah (42 ayat 7). Ketiganya memberi gambaran Allah
yang statis tetapi Ayub menghadapkan kita pada Allah yang dinamis dan hidup. Ia
bertindak dalam kemahakuasaanNya tapi dengan hikmatNya yang tak terselami.
Sulit memahami Allah yang mengasihi Ayub tapi mengizinkan Ayub menderita. Sama
seperti Allah yang mengasihi Yesus Kristus, tapi mengorbankanNya di kayu salib.
Sadar atau tidak mereka menyiksa Ayub.Tidak mudah menyadari
bahwa ketiga sahabat itu salah, mereka orang beriman yang berusaha menolong
Ayub. Kadang-kadang sahabat lebih menyakitkan, karena kita memiliki harapan pada
mereka, jika sahabat “menikam” kita, itu sangat menyakitkan. Apalagi jika
mereka adalah orang yang sudah mengenal kasih Tuhan yang memberi komentar negatif,
tidak mendukung kita, mungkin jika mereka belum sungguh-sungguh di dalam Tuhan,
kita lebih memakluminya.
Kita dapat mengetahui kesalahan mereka dari cara
Ayub menaggapi mereka.Berulang kali Ayub menegur mereka karena nasihat mereka
sia-sia dan ngawur. Ayub mengeluh karena sahabat sejati seharusnya menopang
sahabatnya yang dilanda keputusasaan (pasal 6 ayat 15,21,27,pasal 12 ayat 2,3,
pasal 13 ayat 2,5,13, pasal 16 ayat 2,3).
Kesalahan berikutnya adalah pengertian tentang iman.
Bagi ketiganya iman adalah suatu sistem keyakinan yang rasional, terlepas dari
realitas hubungan pribadi yang hidup dengan Allah (Elifas) atau iman adalah
kebenaran yang dipegang karena perkataan orang lain (Bildad) atau iman adalah
pandangan dunia yang sesuai dengan akal sehat (Zofar)
·
Iman bagi Ayub
Hubungan yang dinamis dengan Allah yang hidup, yang
Ayub pertahankan terus kendati Allah nampaknya mengecewakan dia. Walaupun Allah
seakan-akan berubah (asing). Bagi Ayub iman adalah pemberiaan allah yang
memampukan dia tahan hidup ditengah-tengah kebingungan dan ketidakpastian. Jika
semua sudah pasti, iman tidak dibutuhkan lagi, justru karena semua belum pasti,
kita membutuhkanj iman. Iman mungkin
tidak memberi jawaban, tapi berperan sebagai tangan yang menuntun kita dalam
kegelapan, dimana Allah nampaknya tidak hadir, agar kita teguh meyakini bahwa
Allah adalah kawan bukan lawan.
Kita juga belajar kelemahan pelayanan ketiga sahabat
Ayub. Pentingnya penerapan praktis teologis terhadap kebutuhan sesama manusia,
lebih berarti dan bermanfaat melalui pendekatan dalam perbuatan daripada
omongan saja. Lebih banyaklah mendengar sebelum menasehati.
Sebagaimana teladan Kristus,Dia datang kepada kita
ketempat kita dan melibatkan diriNya dengan kita dalam hal-hal biasa. Allah
peduli pada hal-hal biasa, Ia memperhatikan satu per satu, bagian demi bagian
Pelayanan bukan hanya menunjukkan seseorang jalan kepada Allah tapi juga
merelakan diri bersama dia, membuka diri untuk mendengar, merasakan dan
memahami pergumulan batin yang sedang ia alami agar teologi, tuturan dan
pertolongan kita relevan dan bermakna bagi dia pada saat yang tepat dan di
tempat yang tepat. Jangan terjadi kesenjangan teologis dengan praktek hidup
sehari-hari.
SOLIDEO GLORIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar